TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan tidak bakal membuat prosedur operasi standar alias SOP untuk kebijakan pemblokiran internet. Sebab, ia berharap tak mengulang kebijakan tersebut lagi di kemudian hari.
"Saya tidak ingin membuat SOP karena saya tidak ingin mengharapkan kejadian seperti ini berulang-ulang. Kalau dokumentasi kami buat," ujar dia di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jumat, 6 September 2019.
Menurut dia, prosedur operasi standar seyogyanya dibuat untuk kebijakan atau proses yang diperkirakan berulang-ulang atau repetisi. Ia memberi contoh SOP itu dibuat untuk kebijakan tilang yang dilakukan polisi. "Itu kan karena berulang-ulang."
Rudiantara mengatakan apabila Kominfo membuat standar operasi itu, artinya pemerintah mendukung pemblokiran dilakukan lagi berulang-ulang. Karena itu ia mencoba untuk menghindarinya dengan tidak mengatur standar. "Kalau dibuat sopnya nanti nanti gini lagi. Mau?" kata dia.
Pemerintah sebelumnya memblokir penuh akses internet di Papua dan Papua Barat dengan dalih banyaknya informasi hoaks yang merebak dan memperkeruh situasi. Blokir itu dilakukan mulai 21 Agustus 2019 dan mulai dibuka bertahap dua hari ke belakang.
Meski tidak memiliki standar operasi yang baku, Rudiantara memastikan kementeriannya memiliki ukuran situasi untuk memberlakukan pemblokiran. Ukuran itu dilihat misalnya dari statistik URL dan imbasnya, serta persebaran informasi hoaks yang beredar.
Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menerbitkan peraturan teknis yang berisi SOP Pembatasan Internet. Hal ini menindaklanjuti keputusan pemerintah yang meminta pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat.
"Kami ingin pembatasan dilakukan secara proporsional ada dasar hukumnya, dan aman bagi semua," kata Anggota Ombudsman Republik Indonesia Alamsyah Saragih di Kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Rabu, 29 Agustus 2019.
DIAS PRASONGKO