Tempo.Co, Jakarta - Bekas Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Agung Laksono, mengatakan pemerintah perlu mengkaji lebih dalam lagi soal rencana besar kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan. "Saya kira perlu dikaji lebih dalam, jangan sampai kenaikan itu memberatkan," ujar Agung di rumahnya, Jalan Cipinang Cempedak 2, Jakarta, Kamis, 5 September 2019.
Sebabnya, ujar Agung, masyarakat masih ingin melihat apa faedahnya kehadiran BPJS Kesehatan selama ini. Sehingga, ia mengusulkan agar kenaikan tarif itu jangan sampai menimbulkan penolakan di masyarakat. Ia juga mengatakan kenaikan tarif iuran itu juga mesti sejalan dengan perbaikan pada pelayanan kepada para peserta.
"Kalau dirasa manfaatnya cukup pasti kalau naiknya dua kali lipat pun tidak ada masalah," kata Agung. Sementara kalau manfaatnya belum begitu terasa, kenaikan yang kecil pun bisa menimbulkan reaksi. Karena itu besaran kenaikan itu perlu dipertimbangkan masak-masak. "Saya tidak mengatakan bahwa menolak naik, tapi kita lihat seberapa jauh manfaat bagi mereka supaya menerima."
Malahan, di kemudian hari, tidak menutup kemungkinan pemerintah perlu memperbaiki sistem jaminan kesehatan secara menyeluruh. Sebab, bisa jadi kenaikan iuran saja tidak cukup untuk bisa menyelamatkan kondisi keuangan lembaga jaminan kesehatan itu, "kami sampai ada pemikiran yaitu cobalah di-redesign artinya eksistensi BPJS sebagai pelaksana JKN itu tetap diperlukan, tapi mungkin ada sistem yang perlu diperbaiki."
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo memastikan premi iuran untuk peserta mandiri Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan atau BPJS Kesehatan kelas I dan II bakal naik mulai 1 Januari 2020. Ia mengatakan kebijakan tersebut akan diatur dalam peraturan presiden atau perpres.
“Kami akan sosialisasikan dulu kepada masyarakat,” ujarnya saat ditemui seusai menggelar rapat dengan Komisi IX dan XI DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 2 September 2019.
Mardiasmo menjelaskan, besaran kenaikan iuran kelas I dan II sesuai dengan yang diusulkan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sebelumnya, Sri Mulyani meminta iuran kelas I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu. Sedangkan iuran kelas II naik dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu.
Adapun kenaikan iuran peserta mandiri kelas III masih ditangguhkan lantaran rencana itu ditolak oleh DPR. DPR meminta kenaikan iuran BPJS Kesehatan ditunda sampai pemerintah melakukan pembenahan data atau data cleansing bagi peserta penerima jaminan kesehatan nasional atau JKN.
Sesuai hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan tahun 2018, saat ini masih ada 10.654.539 peserta JKN yang bermasalah. DPR khawatir ada masyarakat miskin yang masih terdaftar sebagai peserta mandiri JKN kelas III.