TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan angka inklusi keuangan di Indonesia pada tahun ini bisa mencapai setidaknya 60 persen. Saat ini tingkat inklusi keuangan baru mencapai 51 persen.
"Dulunya di bawah 40 persen, sekarang naik ke 51 persen dan tahun ini bisa 60-an sekian," ujar Perry di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu, 4 September 2019.
Kenaikan angka inklusi keuangan itu salah satunya didorong oleh tambahan penyaluran dana bantuan sosial. Jumlah penerima dana Program Keluarga Harapan tercatat 10 juta orang, sementara penerima Bantuan Pangan Non Tunai 15,9 juta. "Dengan tambah-tambahan ini insyaAllah tahun ini dan tahun depan inklusi keuangan bisa naik diatas 60 persen."
Kendati demikian, Perry mengatakan langkah itu baru sampai tahapan menyambungkan masyarakat kepada dunia keuangan, baik melalui uang elektronik, maupun rekening perbankan. Ke depan, ia juga menekankan perlunya mengembangkan di sektor usahanya.
Perry optimistis ke depannya inklusi keuangan juga bisa didorong dengan mulai berkembangnya teknologi finansial alias fintech. Penetrasi keuangan digital itu ditunjang oleh penggunaan internet yang cukup tinggi di masyarakat. Ia mengatakan pangsa 49 persen masyarakat yang belum tersentuh dunia keuangan itu meruapakan peluang yang baik untuk diisi fintech.
"Ini adalah peluang untuk kita kembangkan baik fintech maupun e-commerce. Apalagi UMKM kita ada 60 juta, yang tentu saja ini menjadi pasar untuk ecommerce dan pasarnya fintech," ujar Perry.
Dalam kesempatan berbeda, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai teknologi finansial alias fintech memang bisa lebih ampuh dalam mendorong inklusi keuangan ketimbang perbankan. "Perbankan akan membantu dalam membuka rekening tetapi sedikit sekali yang sebenarnya rekening aktif," kata Darmin.
Dengan kondisi seperti itu, Darmin mengakui memang ada sumbangan perbankan dalam inklusi keuangan. Namun inklusi itu masih kurang dalam. Sementara, inklusi keuangan menggunakan fintech justru cukup dalam.
Darmin melihat masuknya ekonomi keuangan digital sudah tidak bisa ditawar lagi. "Ini adalah masa depannya dunia, bukan hanya Indonesia," tutur dia. Kalau hingga beberapa tahun lalu, sejumlah pihak masih membicarakan persoalan disrupsi, maka saat ini mau tidak mau Indonesia ikut masuk mengikuti tren digital yang mulai merebak.