TEMPO.CO, Jakarta - Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) dari laba BUMN disepakati mencapai Rp 49 triliun, meningkat dari yang diajukan dalam Nota Keuangan RAPBN 2020 yang mencapai Rp 48 triliun.
Nominal tersebut lebih rendah dibandingkan dengan outlook APBN 2019 yang memproyeksikan penerimaan PNBP dari laba BUMN mencapai Rp 49,61 triliun.
Pemerintah berargumen bahwa hal ini disebabkan oleh turunnya harga komoditas yang mempengaruhi kinerja BUMN pertambangan serta adanya kebutuhan investasi untuk mendorong industri 4.0.
Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN Hambra Samal mengatakan pihaknya bakal mengupayakan penyetoran dividen sesuai dengan yang dianggarkan.
Dividen yang disumbangkan juga akan disesuaikan dengan performa dari masing-masing perusahaan. "Kalau saja kita rencanakan tinggi untungnya, di akhir tahun bisa berubah. Yang tadi kita target kecil bisa besar begitu juga sebaliknya. Di akhir tahun kita rekonsiliasi seperti itu," ujar Hambra, Rabu, 4 September 2019.
Meski cenderung turun, PNBP dari laba BUMN biasanya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. PNBP dividen BUMN meningkat dari Rp37,13 triliun pada 2016 menjadi Rp 45,06 triliun pada 2018.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan dalam 5 tahun terakhir, rata-rata kontribusi PNBP KND selain surplus Bank Indonesia pada 2019 tumbuh 13,36 persen.
Selain menyetorkan dividen, BUMN juga menyumbangkan pajak kepada negara sebesar Rp 212 triliun pada 2018 dan capital expenditure (capex) untuk 2018 telah mencapai Rp 487 triliun.
Sumbangsih pajak dari BUMN sejak 2015 hingga 2018 telah tumbuh secara rata-rata sebesar 8,71 persen. Dari 114 BUMN yang ada pada 2018, penyumbang BUMN penyumbang PNBP terbanyak antara lain Telkom, Pertamina, Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Inalum, Jasa Raharja, Pegadaian, Pupuk Indonesia, dan Pelindo II.