TEMPO.CO, Jakarta - Polemik pecah antara Gubernur Maluku Murad Ismail dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Penyebabnya, Murad menilai kebijakan Susi telah menyebabkan kerugian bagi Maluku, yang selama ini dikenal sebagai daerah penghasil ikan. "Saya minta dukungan semua komponen bangsa di Maluku untuk moratorium Laut Maluku karena yang diberlakukan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ternyata merugikan Maluku," kata dia di Ambon, Maluku, Senin, 2 September 2019.
Tempo mengklarifikasi pernyataan Murad ini ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), namun respon yang diberikan sangat singkat. "Kami tidak ada tanggapan mas," kata Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri, KKP, Lilly Aprilya Pregiwati singkat saat dihubungi di Jakarta, Selasa, 3 September 2019. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulfichar Mochtar juga belum merespon pesan yang disampaikan Tempo.
Susi, yang selama ini dikenal aktif di twitter, juga belum menyampaikan klarifikasi apapun. Namun, Ia telah me-retweet sebuah cuitan netizen. Netizen tersebut menulis, “moratorium kapal asing kok yang ngamuk gubernurnya, bukannya malah senang, nelayan-nelayannya jadi makmur, perolehan ikan melimpah.”
Lebih lanjut, Murad telah menyampaikan sejumlah kerugian yang dialami Maluku. Pertama, dia merujuk pada ikan tuna di Laut Banda, Kabupaten Maluku Tengah yang ternyata setelah pengoperasian sistem navigasi berbasis satelit (Global Position System-GPS) oleh pengusaha, maka ikan yang ditangkap tersebut "berpindah" ke Laut Jawa, yang selanjutnya ditangkap untuk tujuan ekspor dengan label dari Surabaya, Jawa Timur.
Kedua, Ia menyoroti izin yang diberikan Susi kepada 1.600 armada penangkap ikan di Laut Arafura, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, dengan produksi 4.100 kontainer setiap bulan."Kami (Maluku) rugi dengan pemberlakukan aturan yang diterapkan Menteri Susi, padahal ada praktek lain di Laut Arafura," ujar Gubernur Murad.
Apalagi, lanjut dia, praktek tersebut tidak memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD) Maluku, termasuk pengujian mutu ikan tidak lagi diterbitkan di Ambon, tetapi saat ini diputuskan di Sorong, Papua Barat. "Tragisnya dari 1.600 unit kapal penangkap ikan yang diizinkan Susi beroperasi di Laut Arafura, ternyata tidak satu pun Anak Buah Kapal (ABK) berasal dari Maluku," ujar Gubernur Murad.