TEMPO.CO, Jakarta - Mantan anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Syafri Adnan Baharuddin terlihat menjalani uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK di Ruang Rapat Komisi Keuangan, Selasa 3 September 2019. Dia menjadi peserta ke keempat dalam rangkaian uji layak dan patut hari itu.
Dalam kesempatan itu, Syafri menyampaikan hasil makalah berjudul "Kolaborasi BPK-APIP Menuju Good Governance" kepada sejumlah anggota Komisi XI itu. Syafri mengatakan jika terpilih sebagai anggota BPK 2019-2024, dia ingin mengubah cara pandang audit di BPK dari semula sebagai sebuah kewajiban menjadi kebutuhan.
"Dibutuhkan bukan untuk mencari kesalahan tetapi memperbaiki keadaan, dari semula fokus kepada output saja, menjadi fokus kepada outcome dan manfaat," kata Syafri saat mempresentasikan makalahnya di Ruang Rapat Komisi Keuangan, Selasa, 3 September 2019.
Dalam kesempatan itu, Syafri juga memiliki misi untuk terus mendorong BPK supaya bisa berkolaborasi dengan Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Hal itu perlu dilakukan untuk menggenjot tindak lanjut sejumlah audit BPK yang kini masih belum dilakukan.
Lewat strategi ini, BPK diharapkan bisa lebih fokus untuk mulai melakukan audit kinerja dibandingkan dengan audit laporan keuangan. Hal ini juga sejalan dengan lembaga atau supreme audit board yang sejajar dengan BPK di negara lain. Bahkan, BPK bisa memulai audit yang bersifat pencegahan, penindakan dan recovery terhadap potensi korupsi.
Kendati demikian, lolosnya Syafri sebagai salah satu peserta yang ikut dalam uji layak dan patut tersebut sebelumnya telah menuai kritik. Apalagi, mantan salah satu direktur Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tersebut pernah terbelit dugaan kasus asusila bersama mantan sekretarisnya.
Bahkan Pembela Korban Kekerasan Seksual Ade Armando pun sempat menyoroti kemungkinan Syafri bakal lolos dalam seleksi pencalonan BPK. Ia mempertanyakan integritas bekas mantan pengawas BPJS Ketenagakerjaan itu jika benar-benar dilantik sebagai anggota BPK.
“Kalau Syafri sampai lolos dan menjadi anggota BPK, itu tentu menunjukkan betapa besarnya kekuatan Syafri,” ujar Ade dalam pesan pendek kepada Tempo, Senin, 12 Agustus 2019.
Atas kejadian itu, Syafri kemudian dilaporkan oleh mantan sekretarisnya Rizky Amalia ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas dugaan asusila. Namun, pengadilan memutuskan untuk menolak seluruh gugatan tersebut, baik yang bersifat material maupun non-material.
Usai kasus gugatan dugaan asusila tersebut mencuat ke publik, Syafri kemudian mengajukan pengunduran diri dari jabatannya sebagai anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan. Pengunduran diri itu kemudian disetujui oleh Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden No 12/P Tahun 2019 dengan catatan keputusan pemberhentian dengan hormat.