TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antar-bank di Jakarta pada Selasa sore ini, 3 September 2019, melemah kembali terpengaruh oleh sentimen global, terutama perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Cina.
"AS mulai mengenakan tarif 15 persen terhadap berbagai barang Cina pada Minggu (1/9/2019) lalu dan Cina juga mulai mengenakan bea baru pada minyak mentah AS," kata Direktur Utama Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi di Jakarta Selasa
Terpantau, pergerakan rupiah pada Selasa sore ini melemah 31 poin atau 0,22 persen menjadi Rp 14.225 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.194 per dolar AS.
Ibrahim mengatakan ketegangan dagang itu juga telah mendorong Cina untuk mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Cina tidak merinci kasus hukumnya, namun tindakan tarif terbaru oleh AS dinilai melanggar konsensus yang dicapai oleh para pemimpin Cina dan AS dalam pertemuan di Osaka, Jepang.
Kendati demikian, menurut dia, pelemahan rupiah lebih dalam bisa dihindari menyusul intervensi Bank Indonesia (BI) melalui perdagangan valas dan obligasi di pasar Domestic Non Deliverable Forward (DNDF). DNDF merupakan salah satu instrumen lindung nilai bagi pelaku ekonomi di pasar valuta asing domestik.
Di sisi lain, lanjut dia, pemerintah juga merasa optimis Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal ketiga tahun 2019 masih di atas 5 persen.
"Apalagi setelah ada dukungan data ekonomi dalam negeri yang cukup bagus, yaitu data inflasi bulan Agustus sebesar 0,12 persen lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar di 0,16 persen," katanya.
Ia memprediksi untuk perdagangan besok (Rabu, 4/9) mata uang rupiah akan bergerak di kisaran Rp 14.200-Rp 14.256 per dolar AS. Pergerakan rupiah masih akan berfluktuasi dengan kecenderungan melemah, tapi dalam rentang tipis.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Selasa ini menunjukkan, rupiah melemah menjadi Rp 14.217 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp 14.190 per dolar AS.
ANTARA