TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keungan telah menyiapkan dana Rp 13 triliun untuk membantu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan menutup celah defisitnya. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan anggaran sebesar itu digelontorkan untuk menaikkan premi peserta penerima bantuan iuran (PBI).
“Yang kita bantu PBI pusat dan derah. Dananya sudah masuk ke APBN. Untuk PBI mulai Agustus akan kita bayari dulu,” ujar Mardiasmo di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 2 September 2019.
Anggaran Rp 13 triliun ini akan digunakan untuk mendongkrak besaran iuran PBI pusat dan daerah. Ia merinci, Rp 9,2 triliun akan dipakai untuk mendanai PBI yang ditanggung pemerintah pusat dan Rp 3,34 triliun sisanya untuk PBI yang ditanggun pemerintah daerah.
Pemerintah sebelumnya berencana menaikkan besaran iuran peserta PBI dari Rp 23 ribu menjadi Rp 42 ribu. Upaya itu dilakukan untuk menambal defisit BPJS Kesehatan yang disinyalir bakal menganga sampai Rp 32,8 triliun pada akhir tahun nanti.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan atau BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyampaikan prediksi pembengkakan defisit hingga 5 tahun ke depan seumpama pemerintah tak mengerek besaran iuran. Ia mengatakan entitasnya bakal menanggung defisit hingga Rp 77,9 triliun pada 2024. "Sedangkan pada 2023 bisa mencapai Rp 67,3 triliun," ujarnya.
Sementara itu, secara berturut-turut potensi defisit pada 2022 bisa mencapai Rp 58,6 triliun dan pada 2021 sebesar R 50,1 triliun. Selanjutnya, pada 2020, defisit ditengarai mencapai Rp 39,5 triliun.
Selain kepada PBI, pemerintah bakal menaikkan iuran untuk peserta mandiri. Pada rapat sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan iuran peserta mandiri kelas I bakal naik dari Rp 80 ribu menjadi 160 ribu. Kemudian, peserta kelas II dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu. Adapun iuran kelas III dari 25.500 menjadi Rp 42 ribu per bulan.