TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan laju inflasi Agustus 2019 mencapai 0,12 persen. Adapun inflasi tahun kalender (year to date) 2,28 persen, dan inflasi tahun ke tahun (year on year) sebesar 3,49 persen. Kepala BPS Suhariyanto menilai, meski lebih tinggi dibanding inflasi Juli 2019, laju inflasi Agustus 2019 masih dalam batas terkendali.
"Kita simpulkan inflasi masih bisa terkendali. Kita harapkan sisa empat bulan ke depan masih terkendali," kata Suhariyanto di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Senin, 2 September 2019.
Suhariyanto menuturkan, sumbangan inflasi paling besar terjadi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga dengan nilai 1,21 persen. "Ini yang paling besar di bulan Agustus. Karena, ada kenaikan uang sekolah atau tahun ajaran baru, seperti SD menyumbang sebesar 0,04 persen, SMP dan SMA 0,02 persen, Perguran Tinggi 0,01 persen Juli sampai Agustus," ia menambahkan.
Selain ongkos sekolah atau biaya pendidikan , yang menyumbang peningkatan inflasi paling tinggi lainnya adalah cabai merah (0,10 persen), cabai rawit (0,07 persen), dan emas perhiasan (0,05 persen). Sedangkan komoditas lainnya tidak terlalu besar menyumbangkan kepada angka inflasi naisonal.
Suhariyanto mengungkapkan, dari 82 kota di Indonesia yang mengalami inflasi mencapai 42 kota dan sisanya justru mengalami deflasi. Sedangkan kota tingkat inflasi tertinggi ditempati oleh Kudus, Jawa Tengah senilai 0,82 persen. Lalu deflasi tertinggi dialami oleh kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara dengan nilai 2,10 persen.
Penyumbang deflasi, kata Suhariyanto, adalah penurunan harga bawang merah senilai 0,08 persen. Kedua, yang andil kepada deflasi adalah penurunan harga tomat sayur sebesar 0,06 persen. Lalu ada bayam dan bawang putih masing-masing 0,02 persen. Kemudian juga, ada daging ayam ras alami deflasi 0,01 persen dan beberapa komoditas sayuran lainnya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memprediksi peningkatan inflasi bulan ini sedikit didorong kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang baru saja diberlakukan. Ia menuturkan kenaikan tarif asuransi plat merah sebagai komponen kelompok harga yang diatur pemerintah (administered prices) hanya akan berdampak secara sementara.
EKO WAHYUDI