TEMPO.CO, Jakarta – Bisnis perhotelan di Provinsi Papua lesu pasca - demo menolak rasisme terjadi di Kota Jayapura pada akhir pekan lalu. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Provinsi Papua, Syahrir Hasan, mengatakan okupansi hotel merosot tajam pada akhir pekan ini.
“Tingkat okupansi menurun drastis hanya 20 persen,” ujar Syahrir saat dihubungi Tempo pada Minggu, 1 September 2019.
Pada akhir pekan sebelum Jayapura memanas, okupansi hotel di seluruh Papua mencapai 70 hingga 80 persen. Adapun setelah aksi massa terjadi, ia mengakui banyak karyawan yang memilih meliburkan diri lantaran takut.
Meski begitu, Syahrir memastikan operasional hotel tetap berjalan normal. Tamu juga tetap akan memperoleh jamuan seperti biasa.
Saat ini, ia mencatat ada sembilan hotel dengan total 60 kamar di Papua. Sebagian besar merupakan hotel bintang tiga dan emat, sementara sisanya merupakan hotel melati.
Kepala Bidang Destinasi Dinas Pariwisata Provinsi Papua Erick Ohee mengatakan kunjungan wisatawan Nusantara atau wisnus di beberapa destinasi unggulan di Provinsi Papua, khususnya Jayapura, juga merosot.
Erick mengatakan penurunan jumlah wisnus mencapai 90 persen. Penurunan jumlah pengunjung tampak terasa di Jembatan Holtekamp atau Jembatan Merah di kawasan Tanjung Siberi yang sedianya bakal diresmikan Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada pekan lalu.
"Di Jembatan Merah yang dibangun Pak Jokowi itu biasanya dikunjungi 500-1.000 orang. Tapi kemarin cuma 100 orang," ujarnya saat dihubungi Tempo.
Erick mengatakan, jumlah turis lokal yang melorot signifkan terjadi karena akses jalan menuju kawasan wisata terhambat demo. Menurut Erick, jalan menuju lokasi wisata hanya dihubungkan oleh satu jalan utama. Di sisi lain, warga sekitar juga masih enggan rekreasi saat situasi belum sepenuhnya kondusif.