TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah meneliti lebih lanjut potensi kartel atau pelanggaran persaingan usaha dalam industri teknologi finansial pendanaan (fintech lending) atau pinjaman online. Direktur Ekonomi KPPU M. Zulfirmansyah menuturkan lembaganya telah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia selaku regulator.
“Kami masuk pada proses penetapan bunga, biaya, dan beban pinjaman yang dikenakan ke konsumen, kenapa tingkat bunganya bisa tinggi sekali,” ujarnya kepada Tempo, Rabu 28 Agustus 2019.
Firman menuturkan KPPU sebenarnya telah memantau iklim usaha bisnis fintech lending sejak beberapa bulan terakhir. KPPU kemudian mencermati bahwa dalam penetapan bunga pinjaman, pelaku usaha menentukannya sendiri, di bawah koordinasi Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) dan pengawasan OJK.
Namun, proses penetapannya tidak didasarkan pada peraturan tertulis yang mengikat. “Bunga ditetapkan oleh asosiasi secara bersama-sama menggunakan acuan tertentu, dan berdasarkan riset kami pada beberapa fintech rata-rata tingkat bunga mereka 10 persen sebulan,” ucapnya.
Di satu sisi, KPPU memahami jika terdapat risiko yang cukup tinggi melekat pada pinjaman fintech lending. “Kami mengkaji penyebabnya kenapa bisa setinggi itu, karena rasanya di luar negeri juga bunganya tidak setinggi itu,” kata dia.
Firman melanjutkan tingkat bunga tinggi yang seragam ditemukan di pelaku fintech lending itu yang kemudian memantik adanya potensi kartel. Pasalnya, jika persaingan usaha terjadi dengan sehat, maka besaran suku bunga akan bervariasi, dan kompetitif sebab akan berdampak pada pilihan konsumen.
Firman mengatakan dalam waktu dekat KPPU juga akan mengundang AFPI untuk melakukan audiensi membahas hal ini. “Ini penting untuk dilakukan karena ekonomi digital adalah salah satu sektor yang strategis dan industri fintech ini semakin lama tumbuhnya semakin besar, jadi kami harus segera meneliti."
Sementara itu, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi tak menampik jika bisnis model fintech lending ini rawan potensi kartel. Sebab, bisnis model yang digunakan menyerupai market place yaitu secara umum bertindak sebagai perantara atau broker bisnis, dalam hal ini mempertemukan pemilik dana atau pemberi pinjaman (lender) dengan penerima pinjaman (borrower).