TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperingatkan kondisi ekonomi global yang semakin melemah pada pekan terakhir di pengujung Agustus ini. Dalam pemaparan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) KiTa 2019, Sri Mulyani mengatakan situasi ini terjadi setelah negara-negara G7 menggelar pertemuan.
"Weekend ini, dunia sedang bergejolak karena ada pertemuan G7 dan statement yang dibuat negara G7 membuat sentimen makin meningkat. Ekonomi dunia confirm melemah," kata Sri Mulyani di kantornya, Senin, 26 Agustus 2019.
Sri Mulyani mengatakan risiko pelemahan global meningkat pasca-eskalasi perang dagang Amerika Serikat dan Cina terjadi sepanjang Juli dan Agustus. Adapun gejolak ekonomi dunia ini juga ditandai dengan pelemahan mata uang yuan.
Menurut Sri Mulyani, Amerika Serikat saat ini mulai menaikkan tarif impor sejumlah barang, kecuali elektronik. Kebijakan itu dibalas oleh Cina yang juga mulai berencana menaikkan bea tarif impornya dari AS.
Sejumlah bank moneter dunia, ujar Sri Mulyani, juga telah merespons pelemahan ekonomi global dengan mengambil kebijakan fiskalnya. Begitu pun Bank Indonesia yang disebut telah menurunkan suku bunga dua kali hingga Agustus 2019.
Di tengah pelemahan kondisi keekonomian global, Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tergolong stabil. "Pertumbuhan ekonomi kita di atas 5 persen ini exceptional (luar biasa)," ujarnya.
Adapun dalam pemaparannya, Sri Mulyani mengatakan kondisi pertumbuhan ekonomi per kuartal II 2019 sebesar 5,05 persen. Angka ini lebih kecil ketimbang asumsi APBN yang sebesar 5,3 persen.
Sedangkan realisasi nilai tukar rupiah terhadap global sebesar Rp 14.215 year to date. Sedangkan asumsi makro APBN 2019 sebesar Rp 15 ribu.