TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan telah menyarankan agar Ping An Insurance bertemu langsung dengan BPJS Kesehatan. Hal ini dilakukan untuk membicarakan apa saja yang bisa diterapkan atau ditingkatkan lagi untuk efisiensi atau bahkan memperkecil defisit BPJS yang jumlah pesertanya saat ini mencapai lebih dari 222 juta.
Luhut berharap perusahaan ini bersedia berbagi pengalaman mereka yang telah sukses mengelola asuransi kesehatan bagi peserta yang jumlahnya lebih banyak dari peserta BPJS Kesehatan. Meski BPJS Kesehatan tidak masuk dalam bidang kerjanya, Luhut tetap berharap Ping An Insurance bisa memberi masukan atau sumbang saran.
Grup Ping An mengelola jasa keuangan pada tiga divisi yaitu asuransi, investasi dan perbankan dengan aset mencapai US$ 1,3 triliun. Divisi asuransinya, Ping An Insurance adalah perusahaan asuransi terbesar di China dengan kapitalisasi pasar sebesar US$ 230 miliar.
Ia juga menegaskan bahwa hingga kini belum ada satu pun kerja sama yang disepakati antara Ping An Insurance dan BPJS Kesehatan karena masih sebatas saran untuk mengatasi defisit keuangan BPJS Kesehatan. Dari perbincangan tersebut terungkap perusahaan asuransi berbasis daring ini menggunakan teknologi kecerdasan buatan dan telah sukses membantu efisiensi bisnis mereka.
"Perusahaan publik ini memelopori sistem manajemen kesehatan berbasis teknologi di 282 kota di Cina," kata Luhut dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Ahad, 25 Agustus 2019.
Ping An Insurance menyatakan layanan ini telah dimanfaatkan lebih dari 403 juta orang. Pada pembicaraan tersebut pihak Ping An menyampaikan beberapa saran yang bisa dilakukan oleh BPJS untuk mengatasi defisit keuangannya yang diperkirakan mencapai Rp 28,4 triliun.
Lebih jauh Luhut menyatakan sudah menemui Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris pekan lalu. Fachmi Idris sebelumnya menyebutkan yang mungkin bisa dilakukan untuk menekan defisit adalah dengan meningkatkan kolektabilitas adalah melalui tindakan hukum.
Sebab, kepatuhan membayar iuran menjadi syarat bagi masyarakat memperoleh layanan publik. Dengan melakukan sinkronisasi data misalnya, kata Fachmi, jika ada orang yang ingin mendapat layanan publik seperti pembuatan SIM atau Paspor, akan dicek dulu apakah ia mempunyai tunggakan pembayaran BPJS. "Jika masih ada tunggakan maka mereka akan diminta untuk melunasi terlebih dahulu sebelum melanjutkan proses di layanan publik tersebut. Itu hanya salah satu contoh."
Dari pertemuan tersebut, Menko Luhut berkesimpulan bahwa iuran BPJS Kesehatan yang ada saat ini masih terlalu kecil. Selain itu, iuran untuk orang yang berpenghasilan lebih besar seharusnya tidak sama dengan iuran yang dibayar oleh masyarakat berpenghasilan Upah Minimum Regional.
ANTARA