Lebih jauh Tony meyakini aplikasi daring ini bisa melihat data-data yang tersimpan di dalam telepon seluler para debitur atau nasabahnya. "Mereka bisa melihat nomor telepon mana saja milik para kerabat debitur bermasalah yang sering dihubungi dan kemudian menghubunginya satu persatu dengan menebar kata-kata tidak senonoh yang menjelekkan," katanya.
Dari laporan yang disampaikan ke pihaknya, Tony menandaskan mendata ada sekitar 80-an aplikasi pinjaman online. Karena bunganya mencekik dengan jatuh tempo yang sangat pendek, selain juga kalau tidak mampu membayar harus menghadapi teror dari para penagih, pada akhirnya kebanyakan debitor berutang di lebih dari dua aplikator pinjol dengan tujuan untuk gali lubang tutup lubang.
Kepala Sub Direktorat II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Komisaris Besar Rickynaldo mengakui tak bisa maksimal mengantisipasi beragam bentuk layanan financial technology (fintech) ilegal seperti pinjaman online ilegal yang saat ini marak.
Menurut dia, server yang digunakan sejumlah fintech tersebut berada di luar negeri. "Yang ada di Indonesia hanya 20 persen. Hampir sebagian besar fintech yang ilegal, servernya tidak ada di Indonesia," ujar dia di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan pada Jumat, 2 Agustus 2019.
Sejauh ini, Polri telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk bisa menindak korporasi fintech ilegal tersebut. "Karena bergantung pada regulasi yang ada," ucap Rickynaldo.
Rickynaldo mengatakan, saat ini pihaknya tengah menangani enam perkara pencemaran nama baik yang dilakukan oleh aplikasi pinjaman online ilegal. Ia menjelaskan, sampai saat ini selain menjerat dengan pasal pencemaran nama baik, Polri dapat mengenakan Undang-Undang ITE. Namun penjeratan tersebut hanya dapat dilakukan terhadap debt collector yang melakukan pencemaran nama baik tersebut.
ANTARA