TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara, mengatakan bahwa lembaganya tengah menyiapkan langkah hukum atas kebijakan blokir internet yang diterapkan pemerintah di Provinsi Papua dan Papua Barat. Pemblokiran internet itu sendiri sudah berlangsung sejak Rabu, 21 Agustus 2019 pekan lalu.
"Enggak ada jalan lain," ujar Anggara dalam pesan singkat kepada Tempo, Ahad, 25 Agustus 2019. Ia mengatakan, ICJR kemungkinan akan melayangkan gugatan perdata dengan tuntutan sederhana, yaitu pemerintah membuka blokir dan meminta maaf.
Namun, Anggara belum bisa memastikan kapan gugatan itu akan dilayangkan lantaran ICJR masih perlu berkonsolidasi dengan organisasi masyarakat lainnya dalam mengajukan tuntutan tersebut. Menurut dia gugatan itu tetap bisa dilayangkan kendati blokir telah dibuka.
"Karena kerugian tetap dan dan perbuatan melawan hukum bukan soal dibuka atau belum, dan kerugian itu enggak harus juga dikuantifikasi, dasarnya tetap perbuatan melawan hukum," ujar Anggara.
ICJR sejak awal memang memandang bahwa pembatasan akses layanan telekomunikasi di Papua adalah tindakan melawan hukum dan dilakukan secara sewenang-wenang oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi atau Kominfo. Pasalnya, pembatasan akses layanan komunikasi adalah bentuk pembatasan Hak Asasi Manusia yang harus dilakukan dengan berdasar pada batas-batas kondisi yang telah ditetapkan UUD 1945.
Sesuai dengan Komentar Umum No. 29 terhadap Pasal 4 ICCPR, Anggara mengatakan ada dua kondisi mendasar yang harus dipenuhi untuk dapat membatasi hak asasi manusia. Syarat itu antara lain situasi sebagai latar belakang pemblokiran harus berupa keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa. Di samping itu, presiden harus melakukan penetapan secara resmi bahwa negara dalam keadaan darurat melalui Keputusan Presiden sebagai dasar pembatasan layanan telekomunikasi tersebut.
Sebelumnya pun Kominfo juga telah melakukan perlambatan akses jaringan internet di beberapa wilayah Papua saat terjadi aksi massa pada Senin, 19 Agustus 2019. Hal ini juga bagian dari pembatasan Hak Asasi Manusia yang seharusnya hanya dapat dilakukan dalam situasi tertentu dan limitatif.
Anggara menilai kebijakan ini tidak sesuai dengan kewenangan pemerintah dalam Pasal 40 UU ITE bahwa pemerintah berwenang untuk melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Blokir internet, menurut Anggara, hanya dapat dilakukan kepada muatan yang melanggar UU, bukan layanan aksesnya secara keseluruhan. Pembatasan layanan data komunikasi secara keseluruhan dapat merugikan kepentingan yang lebih luas.
CAESAR AKBAR