TEMPO.CO, Jakarta -Sandiaga Uno, mantan kandidat wakil presiden, menegaskan Indonesia perlu melakukan rebranding agar perekonomian tumbuh. “Sekarang ini berdasarkan riset negara yang dikenal brandnya kuat, nomor 1 adalah Jerman, nomor 2 Jepang, Nomor 3 Singapura,” kata Sandiaga pada acara seminar Rebranding Indonesia, Indonesia Spicing The World, Sabtu 24 Agustus 2019.
Indonesia, kata Sandiaga, “dengan tingkat perekonomian 15 besar, tapi secara brand belum masuk peringkat 15 besar.”
Ini, kata Sandiaga, berbeda dengan negara-negara tetangga yang memiliki brand kuat. Misalnya, Malaysia terkenal dengan tagline The Trully Asia. India dikenal dengan Incredible India.Thailan kondang dengan Amazing Thailand.
Sandi menambahkan, di era sekarang peran brand semakin penting. Berdasarkan survei Harvard Business Review, kata Sandiaga, sekarang sudah bergeser dari era purchaser centered (fokus lada pembeli) ke user centered (fokus pada pengguna).
Sandiaga menambahkan, kalau negara Jerman terkenal dengan teknologi, Jepang terkenal dengan produk otomotif, elektronik, Indonesia belum terkenal brand produknya.
“Kita harus bersatu. Bersatu saja kita belum tentu menang apalagi kita terpecah belah,” katanya.”Indonesia perlu jadi Indonesia Incorporated.”
Pakar brand Subiakto Priosoedarsono, penggagas acara Rebranding Indonesia, mengatakan Indonesia punya kekayaan luar biasa untuk punya brand yang kuat. Dia mencontohkan, rempah-rempah Indonesia adalah satu kekayaan dan keunikan tersendiri.
“VOC jauh-jauh dari Belanda datang untuk mencari rempah-rempah Indonesia,” katanya. Dengan rempah brand Indonesia bisa kuat.
Itulah sebabnya, Subiakto meluncurkan program Indonesia Spicing The World (Indonesia Membumbui Dunia) pada acara Rebranding Indonesia. Subiakto menambahkan, era globalisasi tak bisa dilawan dengan cara stop impor barang. Tapi, globalisasi bisa dilawan dengan memperkuat brand-brand Indonesia, terutama produk-produk UKM. Saat ini ada sekitar 50 juta pengusaha UKM. Bila brand-brand UKM kuat, maka ekonomi Indonesia juga maju.
“Belajar brand, itu belajar menjadi ‘penjahat’. Sekali brand masuk ke otak, brand tak bisa keluar, itulah jahatnya brand,” kata Subiakto. Dia mencontohkan beberapa brand bikinannya seperti Indomie dan Kopiko yang tak bisa dilupakan.
Brand atau Merek, kata Subiakto lagi, berbeda dengan program marketing. “Program marketing mudah dilupakan, sementara brand tidak,” ujarnya.