TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik memastikan pemerintah akan menyiapkan Undang-Undang (UU) Pemindahan Ibu Kota. UU ini akan disiapkan begitu kajian pemindahan ibu kota yang saat ini tengah berjalan, rampung.
“Jadi ditunggu saja,” kata Akmal dalam diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 24 Agustus 2019.
Saat ini, kata Akmal, proses kajian pemindahan ibu kota masih terus berlangsung. Ia mencontohkan kementeriannya yang masih terus menelaah bentuk pemerintahan hingga batas wilayah dari ibu kota baru nantinya, dengan daerah sekitar.
Di saat bersamaan pemerintah juga menyiapkan revisi UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang mengatur status Jakarta sebagai ibu kota.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil sempat mengatakan lokasi ibu kota baru adalah di Kalimantan Timur. Belakangan, Sofyan meralat ucapannya tersebut. Presiden Joko Widodo atau Jokowi pun memastikan belum ada keputusan soal lokasi pasti ibu kota. Namun yang jelas, ground breaking ditargetkan bisa dilakukan pada 2021.
Kamis lalu, anggota DPR dari fraksi Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, menilai rencana pemerintah ini melangkahi kewenangan DPR karena hingga kini belum pernah ada pembahasan dengan parlemen. Apalagi proses pemindahan ibu kota membutuhkan payung hukum UU.
“Kalau dipaksakan kami akan lawan habis-habisan. Jangan sampai pemindahan ibu kota asal-asalan. Kami merasa DPR ini dilewati. Ini satu ketidakapatuhan,” ujar anggota Komisi Investasi DPR ini dalam diskusi bertajuk “Tantangan Regulasi Pemindahan Ibu Kota” di Gedung DPR, Kamis.
Adapun pakar hukum tata negara dari Universitas Pancasila, Muhammad Rullyandi mengatakan Jokowi memang memiliki kewenangan untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan. Sebab, kata Rullyandi, pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Dasar atau UUD 1945 menyebutkan bahwa presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan.
Namun, kata Rullyandi, proses pemindahan ibu kota harus dilakukan dengan payung hukum berupa UU. Kemudian, proses ini harus dibawa ke DPR untuk dibicarakan bersama. “Jadi ada proses politiknya,” kata dia.
FAJAR PEBRIANTO