TEMPO.CO, Jakarta - Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam menceritakan kembali berbagai momen sejarah yang dialami Indonesia, berkaitan dengan pemindahan ibu kota negara. Cerita ini disampaikan setelah Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumumkan secara resmi pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan dalam pidato kenegaraan di Gedung DPR, Jakarta, pada 16 Agustus 2019.
“Dalam sejarah akan terlihat proses perpindahannya,” kata Asvi dalam diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 24 Agustus 2019.
Indonesia pertama kali pindah dari Jakarta ke Yogyakarta pada 1946 saat terjadinya Agresi Militer Belanja. Saat itu, Jakarta dalam kondisi yang tidak aman. Lalu, polisi dan tentara tidak berfungsi secara penuh, serta keamanan pun menjadi tidak ada. Akhirnya, ibu kota negara dipindahkan ke Yogyakarta.
Lalu pada 1948, Presiden Soekarno ditahan militer Belanda. Saat itu, Soekarno sempat mengirimkan telegram kepada Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat. “Walau realitanya, ibu kota berkeliling di beberapa daerah di Sumatera,” kata dia. Barulah pada 1950, ibu kota negara kembali pindah ke Jakarta.
Pada 1957, Soekarno mengunjungi Kalimantan. Saat itulah, sang proklamator menyebut Kota Palangkaraya di Kalimantan Tengah cocok dijadikan ibu kota negara karena berada di tengah-tengah Indonesia. Rencana tersebut serius karena Soekarno sempat menyiapkan desain sederhana dari Palangkaraya sebagai ibu kota.
Namun, Indonesia saat itu harus menjadi tuan rumah dari perhelatan Asian Games dan Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang atau Ganefo pada 1962. Sehingga, Soekarno berpikir tidak mungkin perhelatan internasional ini diadakan di kota yang baru dibangun. Karena itu pemerintah terlebih dahulu fokus untuk membangun Jakarta dalam menyiapkan kedua perhelatan ini.
Lalu pada 1964, Jakarta ditetapkan sebagai ibu kota negara Indonesia lewat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1964. Tahun 1965, peralihan kekuasaan terjadi dari Soekarno ke Presiden Soeharto. Walhasil, rencana pemindahan ibu kota ke Palangkaraya pun gagal. Di tahun-tahun berikutnya, rencana ini kembali diulang di masa pemerintahan beberapa presiden, namun tak pernah terwujud.
Kini, rencana ini kembali mencuat di era pemerintah Joko Widodo. Asvi tidak terlalu mempersoalkan pemindahan ibu kota ini. Ia hanya meminta pemerintah memikirkan nasib dari beberapa objek sejarah di Jakarta setelah ditinggalkan. “Kalau istana merdeka, saya yakin akan tetap jadi istana, tapi kalau Gedung DPR, saya gak tahu,” kata dia.
Namun, jika pemindahan terwujud, Asvi menilai Jokowi akan mencatatkan tinta emas dalam sejarah Indonesia karena berhasil mewujudkan rencana pemindahan ibu kota yang sudah ada puluhan tahun tersebut.
FAJAR PEBRIANTO