TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan mempelajari laporan terbaru dari firma konsultan global, McKinsey & Co yang berjudul “Signs of Stress in The Asian Financial System”. Lewat laporan tersebut, McKinsey memperingatkan negara-negara Asia Pasifik agar mewaspadai terulangnya krisis keuangan dan krisis utang Asia pada 1997.
“Kalau ada laporan-laporan seperti itu, kami akan melihat apakah berbeda dari sisi bacaannya, dari kami,” kata dia saat ditemui usai acara peluncuran Modul Penerimaan Negara (MPN) Generasi Ketiga di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta Pusat, Jumat, 23 Agustus 2019.
Menurut dia, laporan dari McKinsey ini memuat keseluruhan kinerja dari negara Asia dan negara berkembang lainnya. Sehingga, Kemenkeu bisa melakukan perbandingan satu sama lain.
Selain itu, kata dia, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan terus mengamati perekonomian dalam negeri. “Dari sisi sektor keuangan, perbankan, non-bank, dan bagaimana korporasi secara umum,” kata dia.
Dalam laporannya, ada berbagai faktor yang digarisbawahi oleh McKinsey. Di antaranya yaitu meningkatnya utang, tekanan dalam pembayaran pinjaman, hingga berlangsungnya praktik shadow banking atau praktik perbankan oleh lembaga keuangan dari lembaga keuangan non-bank.
Sebelum menyampaikan laporan ini, McKinsey telah memeriksa neraca keuangan 23 ribu perusahaan di sebelas negara Asia Pasifik. Mereka kemudian menemukan sebagian besar perusahaan ini mengalami “tekanan signifikan” dalam membayar utang mereka sendiri. Di Cina dan India, tekanan itu bahkan meningkat sejak 2007.
Selain itu, McKinsey melihat utang jangka panjang di perusahaan-perusahaan ini memiliki interest coverage ratio (ICR) atau rasio utang yang kurang dari 1,5 kali. Dalam kondisi ini, perusahaan pun harus menggunakan sebagian besar dari pendapatan mereka untuk membayar utang. Temuan ini muncul pada 2017 di Cina, India, dan Indonesia, di mana lebih dari 25 persen utang jangka panjang perusahaan memiliki ICR kurang dari 1,5.
“Apakah ini cukup untuk memicu krisis baru, masih harus dilihat,” demikian kata Senior Partner McKinsey Joydeep Sengupta dan Archana Seshadrinathan dikutip dari laman Bloomberg. Meski demikian, keduanya menilai pemerintah dan dunia bisnis perlu memantau penyebab potensial dari ancaman krisis baru ini.
FAJAR PEBRIANTO | BISNIS