TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani belum mendapatkan informasi soal potensi over-kuota solar subsidi atau subsidi solar membengkak sebesar 0,8 hingga 1,4 juta kiloliter sampai akhir 2019. Potensi tersebut pertama kali diungkapkan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi atau BPH Migas pada Rabu, 21 Agustus 2019.
“Harusnya dikendalikan, itu kan tugasnya BPH Migas,” kata Askolani saat ditemui usai menghadiri rapat paripurna membahas RUU APBN 2020 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Agustus 2019,
Kendati demikian, Askolani menyebut kondisi ini sudah biasa terjadi karena sebelumnya juga pernah terjadi di masa lalu. Menurut dia, BPH Migas masih memiliki waktu hingga empat bulan sampai akhir tahun. Sehingga, upaya pengendalian masih bisa dilakukan.
Sebelumnya, Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa mengatakan dugaan ini tercermin dari laporan penyaluran solar subsidi pada kuartal I dan II 2019. "Dugaan kelebihan kuota memang di dua kuartal kalau dijumlahkan sampai tahun angkanya melebihi angka yang ditetapkan," ujar Fanshurullah dalam konferensi pers di kantor BPH Migas, Jakarta Selatan.
Hingga Juli 2019, realisasi penyaluran solar subsidi telah mencapai 62 persen atau sebesar 9,04 juta KL. Dari angka itu, BPH memprediksi realisasi penyaluran solar subsidi sampai akhir tahun diterka bakal mencapai 15,31 sampai 15,94 juta KL.
Padahal, berdasarkan kuota yang telah ditetapkan, total penyaluran subsidi sampai akhir tahun hanya 14,05 juta KL. Berdasarkan data semester I 2019 yang dihimpun BPH, over kuota secara year on year terjadi di 10 provinsi. Over kuota paling besar tercatat di Kalimantan Timur, yakni sebesar 124,6 persen.
Subsidi solar yang berpotensi jebol sebelumnya telah dirembuk oleh BPH Migas bersama Pertamina. Fanshurullah mengatakan pihaknya telah meminta Pertamina menyiapkan solar industri. "Pertamina mesti siap membuat pilihan untuk bahan bakar industri di mana pun tempatnya. Tadi saya sampaikan ada 62 juta KL BBM non-subsidi, solarnya saja 20,9 juta KL," ujarnya.
FAJAR PEBRIANTO