TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berujar ada empat permasalahan defisit Dana Jaminan Sosial Kesehatan. Persoalan pertama adalah kecilnya iuran BPJS Kesehatan, dibanding dengan manfaat dan risikonya.
"Iurannya terlalu kecil, manfaatnya terlalu banyak dan risikonya terlalu tinggi, atau disebut underpriced," ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi Keuangan DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2019. Dari sisi aktuaria pun, ia berujar iuran tersebut tidak mencerminkan keseimbangan antara manfaat yang bisa dinikmati dan risiko dari jumlah peserta yang bisa mengakses jaminan kesehatan tersebut.
Di samping itu, banyak peserta bukan penerima upah alias golongan informal mandiri, yang hanya mendaftar saat sakit atau adverse selection dan setelah mendapat layanan mereka berhenti mengiur BPJS.
"Yang makin sakit dan makin sering itu dia yang menjadi peserta BPJS, yang orang sehat merasa tidak akan sakit merasa kenapa harus bayar, karena kan enggak sakit," tutur Sri Mulyani. "Sehingga yang sakit poolingnya makin banyak, tapi pembayaran enggak comply. Sehingga polling risk jadi terdorong ke bagian lebih tinggi risiko, lebih kecil collectability."
Yang ketiga, kata Sri Mulyani, tingkat keaktifan peserta PBPU yang mandiri dan informal masih cukup rendah, yaitu hanya sekitar 54 persen. Sementara, tingkat utilisasinya sangat tinggi, bahkan melebihi 100 persen.
Sedangkan persoalan keempat adalah beban pembiayaan penyakit katastropiknya sangat besar. Bahkan besar pembiayaan tersebut lebih dari 20 persen dari total biaya tersebut.