TEMPO.CO, Jakarta - Target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari laba Badan Usaha Milik Negara atau BUMN yang dipatok pemerintah pada tahun 2020 dipatok sebesar Rp 48 triliun. Angka itu turun 39,8 persen ketimbang outlook 2019 yang diprediksi mencapai Rp 79,7 triliun.
Dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2020, PNBP dari laba perusahaan pelat merah itu rencananya disumbang dari masing-masing oleh laba BUMN perbankan senilai Rp 20,7 triliun dan BUMN non perbankan senilai Rp 27,2 triliun.
Adapun penetapan target itu dilakukan dengan mempertimbangkan banyak aspek. Dari sisi BUMN, penentuan besaran target tersebut telah memperhatikan profitabilitas perusahaan. Terutama untuk beberapa BUMN yang termasuk dalam kelompok BUMN kontributor dividen terbesar.
Penentuan target bagian pemerintah atas laba BUMN itu juga dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan pendanaan perusahaan. Kemampuan pendanaan perusahaan itu terutama didasarkan pada tingkat solvabilitas berdasarkan rasio-rasio keuangan penting, seperti Debt to Equity Ratio (DER), Capital Adequacy Ratio (CAR), Asset to Liability Ratio, Risk Based Capital (RBC), dan Gearing Ratio.
“Penentuan dividen juga mempertimbangkan kemampuan BUMN dalam mendanai investasi yang menguntungkan dalam rangka menjaga keberlangsungan usaha, dan diusahakan agar tidak akan menurunkan nilai pasar BUMN yang terdaftar di bursa saham serta,” tulis pemerintah dalam Nota Keuangan & RAPBN 2020 seperti dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan.
Sementara itu, dari sisi lainnya, pemerintah juga berkepentingan untuk memastikan bahwa program dan kegiatan yang sudah direncanakan dapat didanai dari sumber-sumber penerimaan yang telah ditargetkan, termasuk yang berasal dari penerimaan kekayaan negara dipisahkan.
Dari outlook APBN 2019, terlihat sejumlah BUMN yang bakal menyumbang penerimaan paling besar ke pemerintah di antaranya PT BRI (Persero) Tbk. senilai Rp 9,3 triliun, PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. Rp 8,5 triliun, PT Pertamina (Persero) senilai Rp8 triliun, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. senilai Rp 6,8 triliun, dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) senilai Rp 4 triliun.
BISNIS