TEMPO.CO, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR memberi catatan kepada pemerintah terkait laporan keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. Dalam laporan badan anggaran DPR yang dibacakan Wakil Ketua Banggar Teuku Riefky Harsya, dewan menilai asumsi makro dalam realisasi APBN tahun anggaran 2018 meleset dari target.
“Pemerintah tidak dapat mencapai beberapa asumsi dasar makro ekonomi dan target pembangunan pada 2018, pertama pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17 persen,” ujar Riefky dalam rapat paripurna RUU tentang pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN 2018 di kompleks DPR RI Senayan, Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2019.
Angka pertumbuhan ekonomi ini dinilai jauh dari asumsi APBN 2018 yang sebesar 5,4 persen. Kemudian, nilai tukar rupiah terhadap dolar yang dinilai masih melemah mencapai Rp 14.247. Nilai tukar ini lebih tinggi ketimbang asumsi yang hanya Rp 13.400.
Selanjutnya, ketiga, dewan mengkritik harga minyak Inductively Coupled Plasma atau ICP yang menyentuh US$ 67,5 per barel atau lebih tinggi ketimbang asumsi sebesar US$ 48 per barel.
Kemudian, keempat, dewan menyoroti lifting gas yang hanya mencapai 1,14 juta barel setara minyak bumi per hari. Padahal, pemerintah menargetkan mencapai 1,2 per barel.
Dalam sidang tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjawab laporan dewan melalui paparan kinerja APBN 2018. Ia menjelaskan, realisasi APBN 2018 terdampak oleh tekanan terhadap dinamika global akibat sentimen dagang Amerika Serikat dan mitra dagang utamanya, Cina. Kondisi ini berdampak pada volatilitas dan gejolak ekonomi yang dirasakan menyeluruh. Ia mengatakan beberapa negara bahkan mengalami krisis resesi.
Kondisi tersebut diperburuk dengan upaya Amerika Serikat meningkatkan suku bunga di dalam negeri. Namun, kendati menghadapi kondisi global demikian, Sri Mulyani mengatakan negara masih mampu menjaga stabilitas dan daya tahan ekonomi nasional. Bahkan, kata dia, kinerja perekonomian Indnesia telah mencatatkan pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan tertinggi.
“Tingkat pertumbuhan (ekonomi) kita tertinggi ketiga di antara negara-negara G-20,” tuturnya. Sri Mulyani mengatakan realisasi APBN 2018 menjadi patokan pemerintah untuk merancang asumsi makro pada 2019, bahkan 2020.