TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan porsi kepemilikan asing pada surat berharga negara bisa turun menuju 20 persen. Saat ini, Kemenkeu mencatat porsi asing dalam utang negara mencapai 38,5 persen.
"Saat ini sekitar 30 persen dan kami harapkan bisa mencapai 20 persen pada masa yang cukup dekat," ujar dia di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 19 Agustus 2019.
Menurut Sri Mulyani, diturunkannya kepemilikan asing dalam surat berharga negara bisa membuat perekonomian negara lebih stabil. Sehingga, ia berharap surat utang nantinya diisi oleh pasar domestik.
"Semakin besar basis domestik akan menimbulkan lebih banyak stabilisasi karena memahami kondisi market kita, tidak mudah untuk dipicu oleh perubahan policy yang berasal dari luar," kata Sri Mulyani.
Karena itu, di saat yang sama ia mengatakan perlunya menjaring investor domestik. Pasalnya, Sri Mulyani melihat pertumbuhan masyarakat kelas menengah belakangan cukup tinggi.
Sebelumnya, Sri Mulyani pernah mengatakan target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen yang dipatok pemerintah pada 2019 masih dibayangi risiko pertumbuhan ekonomi global yang melemah. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Tanah Air sangat bergantung kepada sumber pertumbuhan domestik.
"Beberapa negara sudah mengalami resesi. Jadi lingkungan global ini memberi ketidakpastian pada faktor eksternal. Pertanyaannya, apakah sumber pertumbuhan domestiknya bisa mengoffset itu?" ujar Sri Mulyani di Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jumat, 16 Agustus 2019.
Risiko melemahnya pertumbuhan ekonomi global, ujar Sri Mulyani, memang sudah tampak dalam beberapa waktu ke belakang. Dengan kondisi tersebut, ditambah pertumbuhan ekspor Indonesia yang masih negatif pada semester I 2019, ia menyebut pertumbuhan ekonomi akan sulit untuk meningkat dan berakselerasi.
"Makanya saya tekankan para menteri terkait di mana pertarungan untuk bisa meningkatkan dan mengakselerasi sumber pertumbuhan domestik itu ada di pundak para menteri ini," kata Sri Mulyani. "Kami bisa mendorong, tapi kebijakan dan eksekusi APBN akan sangat menentukan."
Berdasarkan Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020, pemerintah mematok asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen atau 0,1 persen lebih tinggi dari outlook pertumbuhan 2019 yang dipasang 5,2 persen. Adapun angka inflasi diasumsikan tidak berubah dari dua tahun ke belakang, yaitu 3,1 persen.