"Beberapa negara sudah mengalami resesi. Jadi lingkungan global ini memberi ketidakpastian pada faktor eksternal. Pertanyaannya, apakah sumber pertumbuhan domestiknya bisa meng-offset itu?" ujar Sri Mulyani di Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jumat, 16 Agustus 2019.
Risiko melemahnya pertumbuhan ekonomi global, ujar Sri Mulyani, memang sudah tampak dalam beberapa waktu ke belakang. Dengan kondisi tersebut, ditambah pertumbuhan ekspor Indonesia yang masih negatif pada semester I 2019, ia menyebut pertumbuhan ekonomi akan sulit untuk meningkat dan berakselerasi.
"Makanya saya tekankan para menteri terkait di mana pertarungan untuk bisa meningkatkan dan mengakselerasi sumber pertumbuhan domestik itu ada di pundak para menteri ini," kata Sri Mulyani. "Kami bisa mendorong, tapi kebijakan dan eksekusi APBN akan sangat menentukan."
Berdasarkan Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020, pemerintah mematok asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen atau 0,1 persen lebih tinggi dari outlook pertumbuhan 2019 yang dipasang 5,2 persen. Adapun angka inflasi diasumsikan tidak berubah dari dua tahun ke belakang, yaitu 3,1 persen.
Selain asumsi pertumbuhan ekonomi, pemerintah mematok nilai tukar rupiah Rp 14.400 per dolar Amerika Serikat alias lebih tinggi dibanding outlook 2019 yang Rp 14.250 per dolar AS. Selain itu, suku bunga SPN diasumsikan 5,4 persen, harga minyak US$ 65 per barel, lifting minyak 734 ribu barel per hari, dan lifting gas 1.191 ribu barel per hari.