TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menyiapkan anggaran hingga Rp 10 triliun untuk program Kartu Pra Kerja pada tahun 2020. Namun pemerintah belum menentukan Kementerian yang menerima alokasi anggaran tersebut karena desain kebijakan hingga kini masih dalam pembahasan.
Yang pasti kartu itu akan diberikan kepada masyarakat untuk mendapatkan pelatihan dan atau sertifikasi kompetensi kerja. "Kartu Pra Kerja untuk peningkatan produktivitas pencari kerja, dengan inovasi implementasinya melalui platform," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2019.
Rencananya, kartu itu akan diberikan kepada dua juta orang calon pekerja. Pemegang Kartu Pra Kerja akan mendapatkan pelatihan vokasi guna meningkatkan keterampilan bagi sumber daya manusia yang belum bekerja dan yang akan berganti pekerjaan karena terkena pemutusan hubungan kerja.
Pelatihan akan dilaksanakan sekitar dua bulan. Mereka juga akan mendapat dana insentif pada periode tertentu, maksimum tiga bulan.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan program skilling Sri Mulyani ditujukan kepada pencari kerja lulusan anyar atau fresh graduate. Tujuannya, untuk mendapat penyesuaian keahlian, serta pembekalan keahlian vokasi untuk bekerja. Program itu harapannya bisa mengurangi penganggur.
Sementara program re-skilling menyasar pekerja ter-PHK atau yang berpotensi ter-PHK. Tujuannya, mereka mendapat keahlian vokasi yang berbeda atau baru untuk alih profesi maupun bila ingin berwirausaha. "Untuk mencegah pengangguran kembali," kata Hanif.
Hanif mengatakan ada dua model layanan kartu pra kerja, yaitu digital dan reguler. Program itu akan dikelola oleh program management officer yang hingga saat ini belum dipastikan akan berada di bawah tanggung jawab kementerian mana. "Tapi sudah ada Rp 50 miliar untuk siapkan PMO, misalnya untuk memilih provider, pusat data, dan biaya yang lainnya," kata dia.