TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengingatkan para menteri bahwa realisasi anggaran bukanlah diukur dari seberapa banyak yang telah dibelanjakan. Akan tetapi, realisasi anggaran diukur dari seberapa baik pelayanan ke masyarakat.
“Lalu seberapa banyak kemudahan yang diberikan kepada masyarakat,” kata Jokowi dalam pidato kenegaraan di Gedung DPR di Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2019.
Selain itu, kata Jokowi, realisasi anggaran juga harus diukuran akuntabilitas pemerintahan. Sebaliknya, penggunaan anggaran jangan dilihat dari seberapa banyak formulir yang diisi dan dilaporkan. Akan tetapi seberapa baik produk yang telah dihasilkan. “Anggaran negara harus sepenuhnya didedikasikan untuk rakyat,” kata dia.
Jokowi bisa saja menyampaikan pesan demikian. Namun, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas Bambang Brodjonegoro sebelumnya mengakui belanja pemerintah yang saat ini sudah mencapai Rp 2.000 triliun lebih masih belum optimal. Ini terjadi karena uang negara yang dikeluarkan belum bisa menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.
“Masih ada gap-nya,” kata Bambang dalam seminar di Gedung Bappenas, Jakarta Pusat, Senin, 12 Agustus 2019. Salah satu sumber masalah ada pada belanja kementerian dan lembaga di tahun 2017 hingga 2018.
Dalam hitungan Bappenas, kenaikan belanja kementerian sebesar 11 persen pada periode itu, seharusnya bisa berkontribusi 0,66 persen pada pertumbuhan ekonomi nasional. Kenyataannya, peningkatan ini hanya berkontribusi 0,24 persen saja. “0,36 persen itu apa, itu belanja yang tidak tepat sasaran,” kata dia.