TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro memastikan untuk pemindahan ibu kota negara yang baru tidak akan dipersulit dengan masalah kepemilikan lahan. Karena menurutnya, tanah yang akan digunakan seluruhnya merupakan milik Pemerintah.
"Kami akan fokus pada area yang akan menjadi pemerintah baru. Area yang sudah dikuasai pemerintah, atau pun pusat, pemerintah daerah atau paling jauh BUMN. Jadi tidak ada proses apakah akuisisi atau lahan ganti rugi dan segala macam," katanya saat ditemui di Gedung Ombudsman, Jakarta Selatan, 15 Agustus 2019.
Menurutnya jika memang ada spekulan tanah di lahan yang akan digunakan sebagai ibu kota negara yang baru itu memang merugikan."Jadi mereka(spekulan) melakukan spekulasi dan tidak tahu lokasinya ya itu, resiko mereka sendiri. Kita hanya fokus pada area yang sudah dikuasai pemerintah, jadi tidak ada jual beli tanah," tegasnya.
Bambang menjelaskan para spekulan berlaku demikian karena hanya ingin mencari keuntungan pribadi, bukan untuk memikirkan kemanjuan bangsa Indonesia. "Spekulan tanah itu akan merugikan kalau ia berspekulasi di tanah yang akan digunakan sebagai lokasi atau bagian wilayah yang menjadi pusat pemerintah baru," tambahnya.
Kemudian Kepala Bappenas itu menjabarkan untuk area yang akan digunakan oleh pemerintah untuk membangun ibu kota yang baru membutuhkan luasan hampir 200 ribu hektare. Dengan rincian enam ribu hektare digunakan sebagai pusat pemerintah, lalu 40 ribu dipakai untuk wilayah pemukiman perkotaan, dan nantinya itunakan terus diperluas dari tahun ke tahun hingga mencapai luasan maksimum.
Dia kembali menegaskan bahwa tidak akan terjadi konflik kepemilikan lahan untuk ibu kota baru karena semuanya sudah dikuasai pemerintah. "Tetapi kalaupun ada, hanya dalam skala yang sangat kecil tidak signifikan dalam total luasan," tutup Bambang.