TEMPO.CO, Jakarta - Pembela Korban Kekerasan Seksual Ade Armando menyoroti kemungkinan Syafri Adnan Baharuddin bakal lolos dalam seleksi pencalonan anggota Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ia mempertanyakan integritas bekas Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan itu seumpama Syafri benar-benar dilantik sebagai anggota pengaudit keuangan.
“Kalau Syafri sampai lolos dan menjadi anggota BPK, itu tentu menunjukkan betapa besarnya kekuatan Syafri,” ujar Ade dalam pesan pendek kepada Tempo, Senin, 12 Agustus 2019.
Nama Syafri diprediksi moncer dalam tahap seleksi pencalonan BPK. Ia disinyalir menempati daftar salah satu calon yang lolos uji passing grade di Komisi XI DPR bersama 31 calon lainnya. Kabar itu telah dikonfirmasi oleh anggota Komisi XI, Johnny G Plate. “Hampir akurat,” ujarnya tanpa menjelaskan posisi Syafri.
Pada 4 Juli lalu, Komisi XI telah menyerahkan nama-nama 32 calon pengaudit keuangan ke pimpinan DPR. Pimpinan dewan selanjutnya bakal menyerahkan nama-nama calon anggota BPK ke DPD. DPD akan memberikan pertimbangan sebelum akhirnya 32 nama itu dikembalikan ke DPR untuk mengikuti tes uji kelayakan.
Adapun dalam polling pemilihan calon anggota BPK yang digelar Jari Rakyat, nama Syafri berada di deretan paling atas. Ia menempati peringkat pertama dengan perolehan voting 21,12 persen. Besar pemilihnya bahkan mengalahkan inkumben, Achsanul Qosasi, yang hanya memperoleh voting 5,09 persen.
Ade memandang pencalonan Syafri di BPK sarat kekuasaan. Menengok kasusnya, Syafri pernah diperkarakan oleh mantan sekretarisnya, Rizky Amelia, karena diduga melakukan tindak pelecehan seksual. Rizky melaporkan Syafri ke Bareskrim Polri untuk gugatan pidana dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk gugatan perdata.
Pada akhir tahun lalu, Rizky membeberkan bahwa Syafri pernah melakukan percobaan pemerkosaan selama empat kali terhadap dirinya. Dugaan pelecehan seksual itu dilakukan sejak ia pertama kali bekerja untuk Syafri di BPJS Ketenagakerjaan pada 2016.
Namun, seluruh gugatan Rizky ditolak. Syafri Adnan dibebaskan dari gugatan. Ia bahkan balik menggugat korban untuk membayar ganti rugi immaterial Rp 2 triliun plus ganti rugi material Rp 2,6 miliar.