TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gajah Mada, Fahmy Radhi sepakat dengan pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, bahwa kejayaan minyak dan kayu Indonesia sudah usai.
"Benar sekali, di awal pemerintahan Jokowi yang pertama, komoditas minyak dan kayu yang unrenewable tidak bisa lagi diandalkan untuk membiayai pembangunan," ujar Fahmy kepada Tempo, Senin, 12 Agustus 2019.
Apalagi, menurut Fahmy, Indonesia sejak 2002 lalu sudah menjadi negara pengimpor minyak alias net importer. Musababnya, produksi minyak Tanah Air jauh di bawah laju konsumsi bahan bakar minyak masyarakat.
Kondisi itu pula yang membawa Indonesia keluar dari organisasi negara pengekspor minyak alias OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries). Ia juga menyebut turunnya angka lifting minyak mengindikasikan cadangan minyak Indonesia menipis.
Adapun untuk sektor kayu, Fahmy mengatakan kayu hasil hutan juga sudah habis. Akibatnya, sebagian besar perusahaan kayu lapis pun gulung tikar atau memindahkan usahanya di negara lain.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan Indonesia tidak lagi bisa mengandalkan kejayaan sumber daya alam, seperti minyak dan kayu. Menurut Jokowi, fokus Indonesia ke depan adalah membangun pondasi sumber daya manusia yang berkualitas, yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Kualitas SDM itu harus dibangun sejak di dalam kandungan, karena itu tidak boleh lagi yang namanya stunting pada anak,” ucap Jokowi.
Di samping itu, Presiden mengatakan hal yang juga bisa meningkatkan potensi sumber daya manusia adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. “Bukan hanya untuk membuat generasi muda menjadi pintar dan mampu berkarya. Dan jangan lupa, mencetak generasi Pancasilais yang toleran, dan kokoh bergotong royong,” ujar Jokowi.
CAESAR AKBAR | ISTIQOMATUL HAYATI