TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menyatakan upaya untuk mendorong industri manufaktur Indonesia masih terkendala dengan minimnya investasi. Jika dibandingkan pada masa lalu, investasi di Indonesia pernah berada pada masa kejayaan tumbuh 7 - 8 persen.
Adapun sumber investasi saat itu adalah pihak swasta. "Ini artinya dengan pertumbuhan itu kemarin hanya tumbuh privat 3,07 persen separuhnya jadi tantangan kita," kata Dody di Kantor Bank Indonesia, Senin, 12 Agustus 2019.
Dody menjelaskan, porsi investasi jika digabungkan dengan investasi bangunan pun masih lebih banyak investasi untuk infrastruktur ketimbang manufaktur. "Memang kita tumbuh 5,01 persen tapi kita juga harus liat investasi yang privat nonbangunan."
Oleh sebab itu, masih banyak peluang investasi di Indonesia yang perlu diakselerasi. Pertumbuhan investasi yang rendah di Indonesia tak lepas dari permintaan produksi yang masih belum tinggi. Hal ini terkecuali didorong oleh pertumbuhan ekspor. "Dengan ekspor melambat permintaan produksi berkurang dan otomatis investasi berkurang dan akan menurunkan pendapatan devisa ekspor," kata Dody.
Dia juga mengingatkan bahwa permintaan domestik tidak terlepas dari kondisi ekspor. Ke depannya dia berharap tidak hanya melalui kebijakan atau policy mendorong investasi.
Jauh lebih baik, kata Dody, jika pemerintah dan bank sentral mengantisipasi pertumbuhan ekonomi global yang berpotensi mengalami penurunan. Salah satu solusinya BI memperkuat sektor manufaktur unggulan seperti tekstil, otomotif, dan alas kaki.
Karena jika dilihat secara keseluruhan, Dody memperkirakan semua negara akan tumbuh dan akan lebih baik dari tahun sebelumnya, meski tidak optimal seperti yang seharusnya. "Itu yang tercermin dari outlook pertumbuhan dunia dikoreksi ke bawah ke 3,2 persen."
BISNIS