TEMPO.CO, Jakarta - Goldman Sachs Group Inc mengatakan bahwa kekhawatiran perang dagang AS-Cina mengarah ke resesi semakin meningkat. Lembaga itu juga tidak lagi memperkirakan kesepakatan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia sebelum pemilu presiden AS 2020.
"Kami memperkirakan tarif yang menargetkan sisa US$ 300 miliar dari Cina akan berlaku," kata bank itu dalam catatan yang dikirim kepada para nasabahnya, Ahad, 11 Agustus 2019.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan pada 1 Agustus bahwa pihaknya akan mengenakan tarif tambahan 10 persen pada impor Cina senilai US$ 300 miliar per 1 September 2019 mendatang. Ia juga mendorong Cina untuk menghentikan pembelian produk-produk pertanian AS.
Tak hanya itu, Amerika Serikat juga menuding Cina sebagai manipulator mata uang. Sementara negara tirai bambu itu menyangkal telah memanipulasi yuan untuk keuntungan kompetitif. Adapun perselisihan perdagangan selama setahun telah berkisar pada masalah-masalah seperti tarif, subsidi, teknologi, kekayaan intelektual dan keamanan siber, di antara lainnya.
Atas hal-hal tersebut di atas, Goldman Sachs menurunkan perkiraan pertumbuhan kuartal keempat AS sebesar 20 basis poin menjadi 1,8 persen. Pasalnya, ada dampak yang lebih besar dari yang diperkirakan dari perkembangan ketegangan perdagangan.
"Secara keseluruhan, kami telah meningkatkan perkiraan kami tentang dampak peningkatan perang dagang," kata Goldman Sachs dalam catatan yang ditulis oleh tiga ekonomnya, Jan Hatzius, Alec Phillips dan David Mericle.
Catatan Goldman Sachs itu juga menyebutkan adanya peningkatan biaya input dari gangguan rantai pasokan dapat menyebabkan perusahaan-perusahaan AS mengurangi aktivitas domestiknya. "Ketidakpastian kebijakan seperti itu juga dapat membuat perusahaan-perusahaan menurunkan belanja modal mereka," ujar para ekonom.
ANTARA