TEMPO.CO, Jakarta - Bekas staf ahli Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Hasbullah Thabrani berharap pemerintah mau menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan.
"Saya berharap Presiden Jokowi dan Menkeu Sri Mulyani mau mendengar. Iuran memang bermasalah karena berada jauh di bawah seharusnya. Iurannya minimum naik 50 persen dari saat ini," ujar Hasbullah di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu, 10 Agustus 2019.
Naiknya iuran BPJS Kesehatan itu bertujuan agar rumah sakit baik swasta maupun negeri dan juga klinik bisa dapat bekerja yang baik. Dia menjelaskan untuk iuran kategori Penerima Bantuan Iuran tidak ada masalah. Tapi yang menjadi masalah untuk kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang sering menunggak.
Dia mengibaratkan besar kecilnya iuran BPJS Kesehatan dengan keinginan dalam membeli makanan. Jika uangnya hanya Rp 5.000 maka yang didapat hanya nasi kucing sementara jika ingin makan nasi Padang maka perlu dana yang lebih besar lagi. Jika tak dinaikkan, maka dia khawatir pelayanan kesehatan tak mengalami peningkatan pula.
"Seharusnya dihitung dulu berapa kebutuhan rumah sakit, baru dihitung iuran gotong royongnya," tambah dia.
Dia memberikan contoh di Thailand, yang mana iurannya per bulan mencapai Rp 120.000. Menurut dia, wajar jika iuran BPJS Kesehatan juga mengalami kenaikan minimal 50 persen.
Sebelumnya Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar tak sepakat dengan usulan DJSN soal besaran kenaikan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan untuk anggota mandiri atau pekerja bukan penerima upah (PBPU) kepada pemerintah. "Itu akan memberatkan masyarakat karena daya beli perserta mandiri tidak diperhitungkan oleh DJSN," ujar Timboel melalui pesan singkat, Rabu, 7 Agustus 2019.
ANTARA | CAESAR AKBAR
Catatan: Artikel ini telah dikoreksi Senin, 12 Agustus 2019, pukul 05.28 karena ada kesalahan jabatan narasumber di dalam berita.