TEMPO.CO, Jakarta -Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menemukan bahwa Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), panel Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dibentuk untuk menangani perubahan iklim, tidak merekomendasikan penggunaan bioenergi untuk mengurangi emisi. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers mengenai laporan IPCC di Jakarta, Jumat 9 Agustus 2019.
"Ketika pengembangan bioenergi ini semakin meningkat, itu akan semakin menyebabkan kelangkaan pangan bagi sekitar 150 juta masyarakat di dunia," ujar Manajer Kampanye Keadilan Iklim WALHI Yuyun Harmono dalam konferensi pers tersebut.
Yuyun juga menambahkan bahwa berdasarkan laporan tersebut, cara paling efektif untuk mengurangi emisi adalah dengan cara berbasis alam, seperti penghentian deforestasi, penanaman ulang, serta menjaga ekosistem penting seperti gambut dan bakau.
WALHI setuju dengan rekomendasi IPCC mengenai bioenergi karena memandang sumber bioenergi seperti sawit sebagai penyumbang emisi dari industri berbasis lahan. Atas dasar itu mereka memandang pemanfaatan sawit untuk mengurangi sebagai masukan yang kurang layak.
"IPCC bilang, secara global emisi dari sektor berbasis lahan, dari pertanian, kehutanan, dan alih fungsi lahan itu disebabkan karena pertanian dan perkebunan skala besar. Mana mungkin penyebab dari emisi ini kemudian direkomendasikan sebagai solusi terhadap perubahan iklim itu sendiri?" lanjut Yuyun.
Selain itu, Yuyun juga merekomendasikan pemerintah untuk menurunkan emisi berbasis energi dengan cara menghentikan penggunaan batu bara serta menekan emisi dari industri berbasis lahan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Laporan IPCC baru saja dipublikasikan pada Kamis, 8 Agustus 2019. Laporan tersebut memberikan sejumlah rekomendasi-rekomendasi jangka panjang dan jangka pendek untuk menekan emisi yang dihasilkan oleh industri berbasis lahan.
RISANDA ADHI PRATAMA | MARTHA WARTA