TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia menyampaikan bahwa defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal II/2019 kembali melebar, menjadi 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sebelumnya, neraca transaksi berjalan ini sempat membaik di level 2,6 persen pada pada kuartal I/2019.
Bank Indonesia mencatat, defisit neraca transaksi berjalan telah meningkat dari US$ 7 miliar atau 2,6 persen dari PDB menjadi US$8 ,4 miliar atau 3,0 dari PDB.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko menyatakan, pelebaran defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dipengaruhi perilaku musiman repatriasi dividen dan pembayaran bunga utang luar negeri.
"Perekonomian global juga kurang menguntungkan," kata Onny melalui siaran pers, Jumat 9 Agustus 2019.
Meningkatnya defisit neraca pendapatan primer pad kuartal II / 2019 ini didorong faktor musiman peningkatan kebutuhan repatriasi dividen serta pembayaran bunga utang luar negeri. Selain itu, kinerja ekspor nonmigas juga menurun sejalan dampak perekonomian dunia yang melambat dan harga komoditas ekspor Indonesia yang menurun.
"Ekspor nonmigas tercatat US$37,2 miliar, turun dibandingkan dengan capaian pada kuartal sebelumnya sebesar US$38,2 miliar," tutur Onny.
Adapun defisit neraca perdagangan migas juga meningkat menjadi US$3,2 miliar dari US$2,2 miliar pada kuartal sebelumnya. Kondisi ini juga seiring dengan kenaikan rerata harga minyak global dan peningkatan permintaan musiman impor migas terkait Hari Raya Idul Fitri dan libur sekolah.
Ini dipengaruhi pula oleh perilaku musiman repatriasi dividen dan pembayaran bunga utang luar negeri, serta dampak pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat dan harga komoditas yang turun.
"Dengan perkembangan tersebut, meskipun pada kuartal II/2019 mengalami defisit US$2,0 miliar, NPI sampai dengan semester I/2019 tetap mencatat surplus sebesar US$0,4 miliar," Onny menjelaskan.
BISNIS