Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jika Iuran BPJS Naik 60 Persen, Utang Peserta Mandiri Tembus 6 T

image-gnews
Suasana ruang tunggu pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) tipe D Kebayoran Lama, Jakarta Selatan tampak normal dan tak ada antrean menular meski harus melayani tambahan rujukan dari Puskesmas setelah terbitnya Berdasarkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Tahun 2018 soal rujukan berjenjang. Rabu, 3 Oktober 2018. Tempo/Fajar Pebrianto
Suasana ruang tunggu pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) tipe D Kebayoran Lama, Jakarta Selatan tampak normal dan tak ada antrean menular meski harus melayani tambahan rujukan dari Puskesmas setelah terbitnya Berdasarkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Tahun 2018 soal rujukan berjenjang. Rabu, 3 Oktober 2018. Tempo/Fajar Pebrianto
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar tak setuju dengan usulan kenaikan iuran peserta mandiri atau peserta bukan penerima upah (PBPU) BPJS Kesehatan uang diusulkan Dewan Jaminan Sosial Nasional atau DJSN.

Sebelumnya DJSN mengusulkan kenaikan iuran sebesar 60 persen. Menurut dia, besaran iuran yang melonjak signifikan justru membuat jumlah utang PBPU meningkat. "Saat ini saja (utang PBPU BPJS Kesehatan) per 30 Juni 2019 sebesar Rp 2,4 triliun," ujar Timboel dalam pesan pendek kepada Tempo, Kamis, 8 Agustus 2019.

Timboel memperkirakan, bila pemerintah mengabulkan usulan DJSN, masyarakat bakal merasa keberatan. Utang yang tercatat untuk kelompok PBPU pun hingga akhir tahun diramalkan dapat menembus Rp 6 triliun. 

Kejadian penolakan masyarakat atas kenaikan iuran PBPU BPJS Kesehatan ini sejatinya pernah terjadi pada 2016 lalu. Kala itu, peserta mandiri yang masuk golongan kelas III protes lantaran pemerintah mengerek besaran iuran dari Rp 25.500 menjadi Rp 30 ribu sesuai dengan hitungan aktuaris. 

Adapun kenaikan tersebut telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016. Karena masyarakat menolak, pemerintah akhirnya membatalkan Perpres tersebut dan mengamandemennya dengan aturan baru, yakni Perpres Nomor 28 Tahun 2016. Isinya menyebut bahwa tidak ada kenaikan untuk iuran PBPU kelas III. 

Timboel mengakui, sebetulnya iuran BPJS, baik untuk peserta mandiri maupun peserta penerima upah atau PPU, idealnya naik setiap 2 tahun sekali. Namun, ujar dia, besarannya mesti bertahap. 

"Bertahap saja sekalian pelayanan BPJS Kesehatan ditingkatkan dulu sehingga bisa menciptakan kepercayaan peserta kepada badan. Karenanya, kalau iuran dinaikkan iurannya, peserta mandiri tidak menolak," ucapnya. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Timboel menyarankan pemerintah mengerek besaran iuran PBPU kelas III dari yang semula Rp 25.500 menjadi Rp 27.000-27.500. Sedangkan kelas II dari yang semula Rp 51 ribu menjadi Rp 55-56 ribu. Sementara itu, besaran iuran kelas I, menurut dia, tak perlu dikerek lantaran sudah sesuai dengan hitungan aktuaris, yakni Rp 80 ribu. 

Setelah menaikkan angka iuran, kata Timboel, pemerintah mesti menjamin adanya peningkatan kualitas seperti kemudahan mendapatkan ruang rawat inap hingga rawat khusus. Dengan begitu, masyarakat tak akan menolak adanya kenaikan iuran secara berkala. 

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi Kebijakan DJSN Ahmad Anshori mengatakan dewan telah menyorongkan besaran nilai premi baru untuk PBPU beserta pertimbangannya kepada pemerintah. Ihwal besaran kenaikan tersebut, ia merinci, kelas I akan naik Rp 40 ribu dari semula Rp 80 ribu menjadi Rp 120 ribu.

Sedangkan kelas II naik Rp 29 ribu dari semula Rp 51 ribu menjadi Rp 80 ribu. Kemudian, iuran kelas III diusulkan naik Rp 16.500 dari semula Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu.

Ia menjelaskan, usulan kenaikan premi didasari oleh tiga hal. Di antaranya menyesuaikan nilai keekonomian pelayanan jaminan kesehatan nasional, meningkatkan atau merekomposisi tarif pelayanan, dan menjaga kelangsungan program jaminan kesehatan.

Atas usulan DJSN menaikkan iuran BPJS Kesehatan itu, Timboel mewanti-wanti pemerintah untuk mempertimbangkan lebih jauh. "Saya mendorong pemerintah tidak mengikuti usulan DJSN. Jadi pemerintah harus hati-hati jangan sampai kontraproduktif," ucapnya. 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Di Washington DC, Sri Mulyani Beberkan soal Bonus Demografi Muda hingga Reformasi Kesehatan

3 hari lalu

Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati memberikan pemaparan pada sebuah panel bertajuk
Di Washington DC, Sri Mulyani Beberkan soal Bonus Demografi Muda hingga Reformasi Kesehatan

Sri Mulyani menekankan pentingnya peningkatan kualitas SDM, baik pada bidang pendidikan maupun kesehatan sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi nasional.


Pengamat Sebut Indonesia Terancam Twin Deficit, Apa Itu?

6 hari lalu

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung, Priok, Jakarta, Senin, 15 Januari 2024. Namun nilai ekspor mengalami penurunan secara tahunan. Tempo/Tony Hartawan
Pengamat Sebut Indonesia Terancam Twin Deficit, Apa Itu?

Indonesia berisiko menghadapi kondisi 'twin deficit' seiring dengan menurunnya surplus neraca perdagangan.


Pemerintah Sepakat Jaga Defisit Anggaran 2025 3 Persen, Apindo: Penyusunan RAPBN Mesti Displin

12 hari lalu

Shinta Widjaja Kamdani, CEO Sintesa Group.
Pemerintah Sepakat Jaga Defisit Anggaran 2025 3 Persen, Apindo: Penyusunan RAPBN Mesti Displin

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menanggapi soal keputusan pemerintah menjaga defisit APBN 2025 di bawah 3 persen.


Hari Kesehatan Sedunia, 269 Juta Penduduk Indonesia Telah Ikut Program JKN

17 hari lalu

Suku Baduy, JKN Mempermudah Menjangkau Akses Kesehatan
Hari Kesehatan Sedunia, 269 Juta Penduduk Indonesia Telah Ikut Program JKN

Program JKN disebut telah mencegah 1,6 juta orang miskin dari kemiskinan yang lebih parah akibat pengeluaran biaya kesehatan rumah tangga.


BPJS Kesehatan Sediakan Posko Pemeriksaan Kesehatan Gratis

19 hari lalu

BPJS Kesehatan Sediakan Posko Pemeriksaan Kesehatan Gratis

BPJS Kesehatan kembali menghadirkan layanan pemeriksaan kesehatan gratis.


4 Jenis Kecelakaan yang Tak Dijamin BPJS Kesehatan, Bagaimana Prosedur Klaimnya?

22 hari lalu

Petugas melayani peserta BPJS Kesehatan di kantor cabang Proklamasi, Jakarta.
4 Jenis Kecelakaan yang Tak Dijamin BPJS Kesehatan, Bagaimana Prosedur Klaimnya?

Begini syarat dan ketentuan jika korban kecelakaan dapat ditanggung BPJS.


4 Jenis Kepesertaan BPJS Kesehatan, Cek Perbedaannya

27 hari lalu

4 Jenis Kepesertaan BPJS Kesehatan, Cek Perbedaannya

Terdapat jenis-jenis kepesertaan BPJS Kesehatan, yaitu Penerima Bantuan Iuran (PBI) hingga Pekerja Penerima Upah. Berikut perbedaannya.


268 Juta Peserta JKN per Februari 2024, Dirut BPJS Kesehatan: Hampir Mencapai Target 98 Persen

27 hari lalu

Ilustrasi BPJS Kesehatan. Dok.TEMPO/Aditia Noviansyah
268 Juta Peserta JKN per Februari 2024, Dirut BPJS Kesehatan: Hampir Mencapai Target 98 Persen

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan per Februari 2024, terdapat 268 juta peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).


BPJS Kesehatan Optimistis Indonesia Capai UHC di Tahun Ini

28 hari lalu

BPJS Kesehatan Optimistis Indonesia Capai UHC di Tahun Ini

BPJS Kesehatan berkomitmen untuk menjamin seluruh penduduk Indonesia terdaftar dalam Program JKN.


Rumah Sakit Unpad Mulai Beroperasi, Pasien Belum Ditanggung BPJS Kesehatan

29 hari lalu

Suasana Rumah Sakit Unpad. Foto : Unpad
Rumah Sakit Unpad Mulai Beroperasi, Pasien Belum Ditanggung BPJS Kesehatan

Tenaga kesehatan Rumah Sakit Unpad berasal dari Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, Keperawatan, Farmasi, dan Psikologi di Unpad.