TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economic and Finance atau Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan investasi yang masuk ke Indonesia masih kurang berdampak kepada kinerja sektor riil.
"Investasi yang masuk ke Indonesia kalau diukur dari BKPM, PMA dan PMDN, total kuartal kedua Rp 200,5 triliun atau 10 persen dari APBN, relatif banyak. Tapi dampak atau pengaruhnya terhadap kinerja sektor riil sepertinya belum nendang," ujar dia di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu, 7 Agustus 2019.
Buktinya, kata Heri, pertumbuhan industri sektor padat karya masih di bawah pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu hanya 3,98 persen. Padahal, industri tersebut merupakan kontributor terbesar ekonomi yang memiliki kemampuan cukup kuat dalam menciptakan lapangan kerja, serta penyumbang terbesar penerimaan negara.
Karena itu, ia menyimpulkan bahwa investasi yang masuk semakin kurang mampu mendorong penciptaan lapangan kerja. Menurut Heri, pada 2018 saja, ketika realisasi investasi tumbuh 4,11 persen, justru kemampuan menyerap tenaga kerja mengalami turun 18,4 persen year-on-year. Masuknya investasi terlihat belum sesuai dengan apa yang dibutuhkan Indonesia yaitu padat karya di sektor sekunder.
Heri mengatakan adanya pergeseran struktur investasi asing di Indonesia dari sekunder ke tersier atau sektor jasa. Saat ini porsi Penanaman Modal Asing di sektor tersier mencapai 48,2 persen dan sisanya tersebar di sektor primer dan sekunder. Pergeseran ini membawa implikasi terhadap kemampuan investasi dalam menyerap tenaga kerja dan efektivitasnya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Di samping itu, Heri melihat kinerja investasi yang dilihat dari pembentukan modal tetap bruto mengalami perlambatan dari 5,85 persen pada triwulan II 2018 menjadi 5,01 persen pada triwulan II 2019. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya kontraksi pada investasi barang modal, seperti kendaraan untuk barang modal dan peralatan lainnya.