TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko berpendapat kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Nasional Kesehatan atau BPJS Kesehatan di semua kelas sangat mendesak. Selain sebagai langkah penyelamatan lembaga itu, ia menyebutkan kenaikan iuran juga untuk menyadarkan masyarakat bahwa untuk sehat perlu biaya yang mahal.
"Saya tak ingin ada istilah kesehatan itu murah. Sehat itu mahal. Kalau sehat itu murah, orang nanti menyerahkan ke BPJS. Mati nanti BPJS," ujar Moeldoko saat ditemui di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa, 6 Agustus 2019.
Ia memastikan kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan diberlakukan untuk semua kelas. "Semua kelas (akan naik). Karena antara jumlah urunan dengan beban yang dihadapi oleh BPJS tidak seimbang, sangat jauh," kata Moeldoko.
Moeldoko menjelaskan, Kantor Staf Presiden selama ini kerap menerima persoalan-persoalan mengenai BPJS Kesehatan. Karena itu, ia merasa kenaikan iuran ini adalah hal yang sangat wajar. Tahun ini, BPJS Kesehatan memang diprediksi akan mengalami defisit hingga Rp 29 triliun.
Meski begitu, purnawirawan TNI itu mengaku belum tahu seberapa besar kenaikan iuran yang ditetapkan pemerintah. Ia menyebut hal itu akan dirapatkan di Kementerian Keuangan dengan melibatkan seluruh pihak terkait.
Pada akhir Juli 2019 lalu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menggelar rapat terkait nasib BPJS Kesehatan. Jika tak dicari solusinya, defisit lembaga diperkirakan akan semakin membengkak di tahun-tahun berikutnya.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebutkan ada tiga strategi yang akan dilakukan pemerintah untuk membantu BPJS Kesehatan keluar dari jerat defisit. Pertama, pemerintah dengan menaikkan besaran premi yang harus dibayarkan oleh peserta jaminan.
“Berapa naiknya itu akan dibahas oleh tim teknis. Masyarakat seharusnya menyadari bahwa iurannya itu (sekarang) rendah, sekitar Rp 23 ribu. Itu tidak sanggup sistem kita," kata JK di Kantor Wapres Jakarta, Selasa, 30 Juli 2019.
Strategi kedua, BPJS Kesehatan memperbaiki manajemen dengan menerapkan sistem kendali di internal institusi tersebut. Adapun strategi ketiga, pemerintah akan kembali menyerahkan wewenang jaminan sosial kesehatan tersebut ke masing-masing pemerintah daerah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya juga meminta BPJS Kesehatan untuk memperbaiki sistemnya secara keseluruhan di antaranya untuk mengantisipasi adanya fraud atau kecurangan. "Kemarin ada indikasi kemungkinan terjadi fraud, itu perlu di-address," ujar Sri Mulyani di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa, 30 Juli 2019.
Presiden Joko Widodo, menurut Sri Mulyani, juga berharap peranan pemerintah daerah bisa lebih besar dalam melakukan screening, koordinasi, pengendalian, hingga pengawasan fasilitas kesehatan di tingkat lanjut atau tingkat rumah sakit. Melalui langkah itu saja, BPJS Kesehatan diyakini bisa berhemat puluhan hingga ratusan miliar rupiah.