TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kota Yogya menyatakan tak bisa mengambil alih tanggungan pembiayaan peserta penerima bantuan iuran atau PBI Jaminan Kesehatan yang statusnya dinonaktifkan BPJS Kesehatan per 1 Agustus 2019. Jumlah peserta PBI Jaminan Kesehatan asal Kota Yogyakarta yang dinonatifkan BPJS sebanyak 6.488 peserta.
"Keputusan (penonaktifan peserta PBI) itu dibuat dalam waktu yang tidak pas. Kami pemerintah jelas tak bisa menanggungnya dan mengalihkan pembiayaan dari APBN ke APBD," ujar Wakil Walikota Yogya Heroe Poerwadi, Senin, 5 Agustus 2019.
Heroe mengatakan keputusan penonaktifan peserta PBI terbentur dua momentum yang menyulitkan pemerintah daerah bergerak. Pertama, keputusan itu diambil bersamaan dengan masa transisi pergantian anggota DPRD yang menjadi pihak yang turut mengesahkan anggaran daerah yang dialokasikan.
"Kedua, keputusan penonktifan PBI itu muncul saat pemerintah daerah sudah mengesahkan APBD Perubahan, akan jadi susah penganggarannya," ujar Heroe.
Heroe berharap kejadian seperti memindahkan program yang awalnya ditanggung APBN ke APBD ini jadi evaluasi. "Perpindahan penganggaran itu seharusnya juga mempertimbangkan proses perencanaan dan pembuatan program anggaran yang terjadi di daerah," ujarnya.
Seperti di Kota Yogya, proses anggaran perubahan sudah selesai dan tinggal disetujui gubernur untuk disahkan. Seluruh proses sudah selesai sehingga tak bisa tiba tiba ada pos anggaran baru masuk untuk dibiayai.
Walhasil, pemerintah daerah angkat tangan bagaimana lantas nasib ribuan peserta PBI asal Yogya yang dinonaktifkan itu. "Sekarang jadi masalah. Yang 6 ribu (peserta PBI dinonaktifkan) itu sudah tak ditanggung pemerintah pusat, padahal pemerintah daerah juga tak bisa menanggung, " ujar Heroe.
Pimpinan Komisi D DPRD Kota Yogya Antonius Fokki Ardiyanto sebelumnya menilai penonaktifan peserta PBI ibarat gelombang tsunami.
Dinonaktifkannya 6.488 warga Kota Yogyakarta peserta PBI membuat pemerintah daerah harus menanggung tambahan anggaran sekitar Rp 1,7 miliar untuk disiapkan guna menjamin hak kesehatan masyarakat dalam program PDPD (penduduk daerah didaftarkan pemerintah daerah).
"Menyikapi ribuan peserta yang dinonaktifkan itu, kami mendesak pemerintah kota Yogya menyisir data tersebut untuk diketahui berapa warga yang pindah, berapa yang meninggal karena data 6.488 itu tidak masuk BDT (Basic Data Tunggal) dasar dari pendataan Biro Pusat Statistik 2015," ujarnya.
Sebelumnya, BPJS Kesehatan sejak Kamis pekan lalu secara resmi menonaktifkan 5,2 juta peserta penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesehatan. Langkah itu menindaklanjuti Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 79 Tahun 2019 tentang penonaktifan dan perubahan data peserta penerima bantuan iuran jaminan kesehatan.
Staf Khusus Menteri Sosial Febri Hendri menyebutkan, penonaktifan tersebut sebagai imbas dari pemutakhiran data bersama pemerintah daerah yang berimplikasi pada pembaruan data terpadu fakir miskin dan orang tidak mampu. Dari 5,2 juta peserta yang namanya dicoret dari PBI, 114 ribu jiwa di antaranya tercatat telah meninggal dunia. Selain itu, mereka yang namanya dinonaktifkan dinyatakan sudah tidak berstatus fakir miskin dan masyarakat yang memiliki nomor induk kependudukan (NIK) ganda.
Adapun sisanya yang dinonaktifkan adalah mereka yang sejak 2014 tidak pernah mengakses layanan kesehatan ke fasilitas kesehatan (faskes) yang telah ditentukan. Saat ini seluruh jumlah peserta PBI BPJS Kesehatan sebanyak 96,8 juta jiwa atau setara dengan 36 persen penduduk Indonesia yang secara total berjumlah 264 juta jiwa.