TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah didesak segera menunjuk direktur utama definitif PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Desakan itu salah satunya datang dari Anggota Komisi VII DPR dari Partai Nasdem Kurtubi.
Menurut Kurtubi, pemerintah tidak bisa memperlakukan PLN layaknya perseroan pelat merah lainnya. Pasalnya, perusahaan setrum dianggap sebagai pelaksana Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945.
"Jadi penggantian direksi, orang yang ditaruh di situ tidak asal-asalan. Pak Dirut ada masalah diganti PLT, lalu beberapa lama ganti PLT baru, apa ini. Enggak boleh seperti ini memperlakukan PLN," ujar Kurtubi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 6 Agustus 2019.
Ia pun mengatakan posisi pucuk pimpinan PLN yang masih berstatus pelaksana tugas menjadi kelemahan perseroan sehingga tak bisa cepat bergerak. Salah satunya, saat kejadian padamnya listrik di tiga provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, pada Ahad lalu, 4 Agustus 2019.
Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR Dito Ganinduto. Ia juga meminta pemerintah segera menunjuk pemimpin definitif dari perusahaan listri pelat merah tersebut. "Kami minta segera definitif, harus segera definitif," ujar dia.
Pasalnya, Dito menilai kewenangan dari Pelaksana Tugas Direktur Utama sangat terbatas bila dibandingkan pejabat definitif. Sehingga, PLN menjadi kurang luwes dalam mengambil kebijakan strategis.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pengangkatan Direktur Utama Definitif itu kemungkinan menunggu pulangnya Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno yang tengah melaksanakan ibadah haji.
"Karena menterinya masih haji, jadi tunggu pulang haji," ujar Luhut di Kantor Kemenko Maritim, Senin petang, 5 Agustus 2019.
Di samping itu, Luhut mengatakan ada arahan dari Presiden Joko Widodo agar semua menteri tidak membuat keputusan di masa transisi, yaitu hingga Oktober 2019. Kecuali, keputusan diambil berdasarkan arahan khusus dari Jokowi. "Ya karena mau ganti menteri," ujar Luhut. "Tapi saya nggak tahu kalau (kasus PLN) ini ada yang khusus."
Sebelumnya, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gajah Mada, Fahmy Radhi, mendorong Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno segera menetapkan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara definitif. Pasalnya, saat ini perusahaan setrum pelat merah itu masih dipimpin oleh Pelaksana Tugas Direktur Utama, yaitu Sripeni Inten Cahyani, yang ditunjuk Jumat lalu, 2 Agustus 2019.
Usulan Fahmy tersebut menyusul peristiwa padamnya listrik total di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten sejak Ahad siang, 4 Agustus 2019. "Memang tidak ada hubungan secara langsung black out accident dengan penetapan Dirut PLN Baru, tetapi penetapan Plt Dirut secara bergantian sangat mengganggu kinerja dan jalannya organisasi PLN, termasuk dalam penanganan black out accident," ujar dia dalam keterangan tertulis kepada Tempo, Ahad malam.
Jumat lalu, Sripeni yang juga Diretur Pengadaan Strategis 1 PLN, ditunjuk untuk menggantikan Plt Direktur Utama sebelumnya, Djoko Abumanan, yang diangkat RUPS pada Akhir Mei 2019 lalu. Djoko pun sebelumnya menggantikan Plt Direktur Utama Muhammad Ali yang kini menjabat Direktur Human Capital Management.
Pergantian Plt Direktur Utama PLN ini terjadi sejak Direktur Utama PLN sebelumnya, Sofyan Basir dinonaktifkan dari jabatannya pada akhir April lalu setelah ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Komisi antirasuah menyangka Sofyan membantu Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih menerima suap dari pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd, Johannes Budisutrisno Kotjo.