TEMPO.CO, Jakarta -Plt Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Raffles B Panjaitan mengatakan kebakaran hutan dan lahan bisa dicegah dengan keterlibatan aktif masyarakat dan pemangku kepentingan sektor kehutanan lainnya.
"Kita mengimbau janganlah lalai, janganlah memicu api, seperti membuang puntung dan melakukan kegiatan-kegiatan yang memicu timbulnya api, contoh jika pergi ke gunung jangan buang rokok sembarangan atau lupa matikan api unggun, di musim kemarau seperti ini sekali saja lalai, maka jika terjadi kebakaran dalam satu hari bisa 150 hektare (ha) lahan terbakar," kata Raffles dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Sabtu, 3 Agustus 2019.
KLHK dengan Manggala Agni terus mengerahkan semua sumber daya manusia terbaik, ditunjang peralatan dan anggaran untuk memadamkan Karhutla. Bekerjasama dengan para pihak, seperti Masyarakat Peduli Api (MPA), TNI, Polri, BPBD, Pemda setempat, pemegang izin dan bahkan masyarakat KLHK memastikan kejadian Karhutla tidak meluas.
Data hingga Mei 2019 total luas lahan terbakar adalah 42.740 ha, luasan itu masih jauh dibandingkan luasan terbakar tahun 2018 yang mencapai 510.000 ha.
"Kalau tahun lalu 510.000 ha yang terbakar, di mineral 385.000 ha di gambut 125.000 ha, karena kita fokus di Palembang di Riau yang lahan gambutnya luas, akhirnya di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah yang tanah mineral terbakar, 'kata Raffles.
Menurutnya tahun ini sampai dengan Mei 2019, gambut yang terbakar 27.538 ha yang mineral 15.202 ha total 42.740 ha, maka kalau dibandingkan dengan yang tahun lalu ini masih kecil. "Tetapi bukan berarti kita senang dengan keadaan ini, untuk itu kita terus melakukan upaya penanggulangan Karhutla," kata dia.
Sampai dengan saat ini sudah enam dari delapan provinsi rawan karhutla menetapkan kondisi siaga darurat. Keenam provinsi itu adalah Provinsi Riau (19 Februari - 31 Oktober 2019; 255 hari), Provinsi Kalimantan Barat (12 Februari-31 Desember 2019; 323 hari), Provinsi Sumsel (8 Maret-31 Oktober 2019; 237 hari), Provinsi Kalimantan Tengah (28 Mei-26 Agustus 2019; 91 hari), Provinsi Kalimantan Selatan (1 Juni-31 Oktober 2019; 153 hari), dan Provinsi Jambi (23 Juli-20 Oktober 2019; 90 hari).
Kemudian ada tiga kabupaten/kota yang juga menetapkan status siaga darurat, yaitu Kota Dumai, Provinsi Riau (13 Februari-31 Mei 2019; 108 hari), Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat (1 Februari-31 Desember 2019; 334 hari), Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah (8 Juli-5 Oktober 2019; 90 hari).
"Penetapan status siaga darurat tersebut bukan berarti kondisi yang sudah ada kejadian karhutla yang hebat, tetapi sebagai langkah antisipasi daerah agar bisa mendapatkan bantuan cepat dari pemerintah pusat melalui BNPB yang mempunyai anggaran cepat penanggulangan bencana, sehingga jika ada potensi karhutla yang membesar bisa cepat ditangani dengan bantuan anggaran dari pemerintah pusat," katanya.