1. Investasi Pasar Modal Lebih Menguntungkan
Bernardus mengatakan, dibandingkan instrumen lain, investasi saham lebih menguntungkan. Data statistik menunjukkan, selama 10 tahun terakhir, sejak 2009-2019, kenaikan harga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menembus angka 13,6 persen. Jumlah ini tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan instrumen konvensional lain seperti tabungan, giro bahkan tabungan berjangka hingga deposito yang bunganya hanya berkisar 6-7 persen.
Selain itu, berinvestasi di pasar modal saat ini juga sangat mudah dan tidak membutuhkan syarat yang terlalu banyak. Investor yang berminat hanya perlu mendaftarkan diri, memiliki rekening dana nasabah, dan memiliki perusahaan sekuritas yang akan digunakan jasanya. Apalagi, lewat program Yuk Nabung Saham saat ini Bursa Efek Indonesia telah memberikan tawaran menarik bagi investor retail dengan menabung saham mulai Rp 100 ribu.
2. Mendapatkan capital gain atau dividen
Keuntungan langsung jika berinvestasi di pasar modal adalah mendapatkan dividen atau bagian laba perusahaan untuk investasi jangka panjang dan capital gain bagi investor yang lebih suka menjadi trader. Kendati demikian, keuntungan yang diperoleh tersebut juga disesuaikan dengan tujuan untuk berinvestasi. Selain itu, untuk menghindari kerugian yang tinggi, milenial juga perlu memilih saham apa yang sesuai dengan karakter mereka.
Untuk bisa memperoleh dividen tersebut, milenial wajib untuk belajar, memahami berbagai macam pengetahuan terkait saham seperti fundamental analisis dan teknikal analisis. Selain itu, anak muda milenial sebagai investor juga perlu mengetahui psikologi pasar, update informasi kondisi perekonomian, hingga mampu membaca laporan keuangan perusahaan.
Bernardus mengatakan, dengan belajar tentang banyak metode dan pengetahuan terkait investasi saham membuat anak muda juga tidak mudah untuk bisa terjebak investasi bodong. Sebab, berinvestasi itu tidak sama dengan berjudi. “Karena di pasar saham keuntungan tidak secepat itu. Kalau untungnya cepat ya, biasanya risikonya tinggi atau high risk high return. Itu yang masih enggak dipahami oleh milenial,” kata Bernardus.