TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Satuan Tugas Investasi Tongam Lumbang Tobing membeberkan, sepanjang 2 tahun terakhir, jumlah fintech ilegal terus bertumbuh pesat. Sejak 2018 hingga 2019, ia mencatat ada 1.230 fintech tak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.
Menjamurnya fintech ilegal ini sejalan dengan fenomena maraknya masyarakat melaporkan adanya kriminalisasi akibat terjerat rentenir online. Tongam mengatakan, sejatinya, masyarakat dapat menghindari jeratan fintech ilegal asal memperhatikan tiga hal.
Pertama, ujar dia, masyarakat yang ingin meminjam uang fintech mesti mencari tahu lebih dulu keabsahan fintech tersebut. "Pertama, gunakan fintech yang terdaftar di website OJK, daftarnya ada di www.ojk. co.id. atau call centee 157," kata Tongam saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 3 Agustus 2019.
Kedua, kata dia, masyarakat diminta untuk meminjam uang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Ia menyarankan pinjaman tersebut tak melebihi kapasitas kemampuan bayar masyarakat.
Ia mengimbuhkan, masyarakat sebaiknya tidak memulai pinjaman baru untuk menutup pinjaman lama. Adapun tip ketiga, sebelum meminjam uang di fintech, masyarakat diimbau memahami risiko dan kewajibannya. "Jangan sampai setelah meminjam baru menyesal," ujarnya.
Selain itu, Tongam meminta masyarakat memahami ciri-ciri fintech ilegal. Ia mencontohkan, sejumlah fintech yang tidak terdaftar umumnya menawarkan persyaratan pinjaman yang sangat mudah. Namun, bunga pinjaman tersebut sangat besar.
"Bunganya bisa mencapai 4 persen per hari. Dendanya tidak terbatas," ucapnya. Ciri-ciri lain ialah pihak fintech meminta diizinkan mengakses semua nomor kontek di ponsel peminjam.
Akses kontak itu umumnya dipakai pihak fintech untuk meneror peminjam saat ia tak mampu membayar denda bunga. Dalam kondisi terintimidasi, Tongam menyarankan masyarakat yang terjerat fintech ilegal segera melapor ke polisi.