Manajer Media& Relatioin PT Pertamina Hulu Energi (PHE), Yudy Nugraha mengatakan, aliran tumpahan minyak masih akan mengalir selama sumur belum ditutup. Komponen yang mengalir mayoritas minyak mentah. “Ada spill minyak yang waxi. Kebanyakan itu. Ini kan bukan sumur produksi, ini sumur pengembangan, belum ada istilahnya sumurnya karena baru reaktivitas,” kata dia.
Yudy mengatakan, sumur yang bocor itu berada di platform PHE-ONWJ, salah anak perusahaan Pertamina Hulu Energi. Kebocoran di sumur pengembangan tersebut diketahui terjadi 12 Juli 2019. “Pertama diketahui 12 Juli, itu gelembung-gelembung (gas), oil sign (minyak) itu ketahuan 14-15 Juli, mendarat di darat si oil it 18 Juli,” kata dia.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, daerah terdampak minyak Pertamina dari sumur pengeboran di perairan Karawang berada di Karawang dan Kabupaten Bekasi. “Yang terdampak itu ada 9 desa di Karawang, dan 2 desa di Kabupaten Bekasi. Jadi total ada 11 desa,” kata dia selepas bertemu dengan perwakilan Pertamina bersama Bupati Karawang dan Sekretaris Daerah Kabupaten Bekasi di Gedung Negara Pakuan, Bandung, Jumat, 2 Agustus 2019.
Di Karawang warga terdampak lebih banyak dibanding di Kabupaten Bekasi. “Seperti di Bekasi, tidak banyak warganya, tapi pantainya terkena. Areal terdampak tidak hanya di garis batas Karawang, tapi juga Kabupaten Bekasi,” kata Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil mengatakan, penanganan tumpahan minyak Pertamina disepakati dalam dua tahap. Tahap pertama yakni tanggap darurat makan waktu 2-2,5 bulan. Tahap berikutnya, recovery, diperkirakan 6 bulan setelah masa tanggap darurat.
Pertamina menjanjikan mencari solusi untuk mengganti pendapatan warga terdampak yang hilang akibat tumpahan minyak tersebut. Di antaranya, mempekerjakan nelayan yang berada di desa-desa terdampak tumpahan minyak Pertamina untuk membantu membersihkan minyak. “Pertamina sudah menghitung sekiannya, tetapi dengan bentuk pekerjaan lain dulu,” kata Ridwan Kamil.
AHMAD FIKRI