TEMPO.CO, Bogor - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyindir perusahaan-perusahaan negara yang suka menyimpan uangnya ketimbang diinvestasikan. Padahal, kata Jokowi, ketika BUMN itu diperintahkan mengeksekusi dan menyelesaikan program dalam kurun waktu tertentu, mereka selalu menyatakan siap.
"Saya juga ndak tahu, kalau diperintah seperti itu semuanya ternyata mengatakan 'Bisa, bisa Pak'. Lho, kenapa gak dari dulu-dulu? Kita ini senengnya duitnya disimpan. BUMN juga seneng duitnya disimpan. Tidak dibelanjakan. Tidak diinvestasikan," kata Jokowi dalam Kongres Nasional Bara JP di The Forest Hotel, Bogor, Jumat, 2 Agustus 2019.
Jokowi mengatakan, kondisi seperti itu ah yang akan menjadi tantangannya di pemerintahan periode kedua. Menurut Jokowi, negara membutuhkan kurang lebih US$ 1,5 triliun untuk membangun infrastruktur. Pasalnya, infrastruktur Indonesia masih di bawah rata-rata negara berkembang.
"Kalah dengan Malaysia, Singapura, kalah dengan Thailand. Kalah semuanya kita. Di bawah mereka. Apalagi dengan Cina, kalah jauh kita. Infrastruktur per kapita masih..." ucap Jokowi tanpa melanjutkan kalimatnya.
Meski begitu, Jokowi menegaskan bahwa infrastruktur yang hendak dibangun bukan hanya berupa jalan tol, bandara, pelabuhan, dan pembangkit listrik. Tetapi infrastruktur kecil di pedesaan juga butuh dibangun.
Baca Juga:
Menurut Jokowi, sebagain orang kerap salah mengartikan maksud pembangunan infrastruktur yang dicanangkannya. "Jangan membayangkan kalau saya ngomong infrastruktur langsung yang bandara, pelabuhan, tol itu juga infrastruktur. Tapi yang kecil-kecil juga diperlukan sebagai jalan transportasi dari kawasan produksi menuju ke konsumen," kata dia.
Jokowi mengatakan, infrastruktur skala besar harus disambungkan dengan kawasan produksi di desa-desa, pesisir, pertanian, dan perikanan. Infrastruktur skala besar tidak akan ada manfaatnya jika tidak disambungkan ke wilayah tersebut.
FRISKI RIANA