TEMPO.CO, Jakarta -Dampak tumpahan minyak yang meluap dari kebocoran pengeboran sumur lepas pantai PT Pertamina Hulu Energi (PHE) di Laut Jawa pada medio Juli 2019 lalu meluas. Area yang terpapar minyak di sepanjang pantai utara Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi bertambah menjadi 11 desa.
Hasil survei Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP sejak akhir bulan lalu memastikan sedikitnya 1.636,25 hektare tambak udang, bandeng, rumput laut, dan garam di delapan desa di Karawang terkena dampak insiden ini. Sebagian petambak mengalami gagal panen. Sebagian lainnya memanen lebih dini lantaran cemas.
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP, Slamet Soebjakto, mengatakan setidaknya 127 petambak di enam kecamatan Kabupaten Karawang itu berpotensi kehilangan sumber pendapatan. Limbah minyak telah masuk ke saluran primer dan mencemari tanah tambak. "Butuh sekitar 6-12 bulan untuk memulihkan tanah kembali," katanya, kemarin.
Tumpahan minyak juga mempengaruhi aktivitas penangkapan ikan. Sedikitnya 281 nelayan terkena dampak langsung, dari tak dapat melaut karena alat tangkap terpapar minyak hingga berkurangnya hasil tangkapan.
Insiden ini bermula dari miringnya anjungan YYA-1, platform pengeboran di Lapangan YY Blok Offshore North West Java atau ONWJ, pada 12 Juli 2019 lalu. Tiga hari kemudian, gelembung gas mulai tampak di permukaan laut di sekitar anjungan yang belakangan diikuti luapan minyak mentah.
Kegiatan pengeboran minyak Lapangan YY—berhadapan dengan Cilamaya, Karawang—merupakan satu dari dua proyek percepatan pengembangan Blok ONWJ pada tahun ini. Semula, sumur YYA-1 ditargetkan mulai berproduksi 3.000-4.000 barel minyak per hari dan 25 juta kaki kubik gas per hari pada September-Oktober mendatang.