TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Jamkes Watch, Iswan Abdullah menyinggung rencana pemerintah yang akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Menurut dia, langkah pemerintah yang berencana menaikkan iuran peserta mandiri tidak tepat.
"Langkah pemerintah yang berencana menaikkan iuran peserta mandiri tidak tepat dan memberatkan masyarakat," kata Iswan melalui keterangan tertulis diterima Tempo, 2 Agustus 2019.
Menurut Iswan, langkah yang harus ditempuh dalam menggenjot penerimaan adalah menggandeng peserta baru. "Ketika jumlah peserta BPJS Kesehatan mengalami kenaikan, dengan sendirinya pemasukan BPJS akan bertambah," ucapnya.
Iswan menjelaskan, saat ini baru sekitar 14 juta pekerja formal yang menjadi peserta BPJS Kesehatan dari sekitar 54,1 juta pekerja. Jika seluruhnya bisa dijadikan peserta, maka dengan upah rata-rata nasional di Indonesia sebesar Rp 2.830.000, akan dihasilkan tambahan dana sebesar Rp 91 triliun. Lebih dari cukup untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan.
"BPJS Kesehatan jangan malas untuk turun ke lapangan guna memastikan seluruh pekerja dan rakyat Indonesia menjadi peserta jaminan kesehatan. Ini kan kesannya hanya menunggu bola," ucap Iswan.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemerintah telah sepakat untuk menaikkan premi atau iuran BPJS Kesehatan dalam rapat di Istana Negara yang salah satunya membahas kenaikan iuran ini.
"Pertama, kita setuju untuk menaikkan iuran. Tapi berapa naiknya, nanti dibahas oleh tim teknis, nanti akan dilaporkan pada rapat berikutnya," kata Jusuf Kalla saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
Hal ini merupakan upaya dari pemerintah untuk menekan defisit BPJS kesehatan yang terjadi beberapa tahun belakangan. Selain sepakat menaikkan premi, Kalla mengatakan sejumlah hal juga ikut diputuskan dalam rapat.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah sepakat untuk meningkatkan manajemen dan sistem kontrol di tubuh BPJS. Selain itu, pemerintah juga sepakat akan mendesentralisasi BPJS Kesehatan.