TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah mengalokasikan Transfer ke Daerah dan Dana Desa atau TKDD untuk pendanaan ekologis tahun 2019 ini mencapai Rp 826,8 triliun. Menurutnya dana sebesar ini guna mendukung pemimpin daerah untuk menjaga wilayahnya.
"Tumbuh 9,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikannya sangat tinggi dan jenis instrumennya bervariasi," kata Sri Mulyani saat pembukaan acara Transfer Fiskal Ekologis Untuk Kelestarian Hutan Konferensi Akademi Ilmu Pengetahuan atau AIPI di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, 1 Agustus 2019.
Sri mengungkapkan dana sebesar itu telah menghabiskan sepertiga total Anggaran Pengeluaran Belanja Negara atau APBN yang tahun ini mendekati angka Rp 2500 triliun. "Untuk transfer ke daerah, dan besarnya transfer ke daerah ini dari tahun ke tahun meningkat luar biasa besar karena kebetulan saya juga Menkeu saat awal desentralisasi fiskal dijalankan hingga sekarang," ujarnya.
Menurut catatan Menteri Keuangan Anggaran TKDD selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya seperti, pada tahun 2018 itu mencapai Rp 757,8 triliun sedangkan di tahun sebelumnya hingga Rp 742 triliun.
Sri menjelaskan bahwa hutan merupakan bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dan bernilai strategis dari negara Indonesia. Kurang lebih sebanyak 120,6 juta hektare atau sebesar 63 persen wilayah daratan Indonesia merupakan kawasan hutan.
Adapun Sri Mulyani menambahkan kawasan hutan juga menjadi sumber penghidupan bagi banyak masyarakat Indonesia, kurang lebih 25 ribu desa di Indonesia atau 34,1 persennya berlokasi di pinggiran kawasan hutan dan sekitar 6.381 desa berada di kawasan hutan konservasi.
"Dengan populasi signifikan penduduk desa sangat bergantung pada hutan untuk sumber penghidupannya," ungkap dia.
Dia menyadari bahwa bagi banyak kepala daerah mereka dihadapkan pada suatu dilema. Bagi daerah yang menjaga hutannya seringkali hanya mendapat sedikit manfaat atau tidak mendapat manfaat sama sekali atas usaha konservasi tersebut, bahkan daerah tersebut berpotensi kehilangan Pendapatan Asli Daerah atau PAD yang signifikan.
"Satu, adalah dana bagi hasil sumber daya alam atau DBH sumber daya alam yang dialokasi untuk daerah-daerah dalam rangka mengatasi ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah," ungkap Sri Mulyani.