TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan penanganan dampak tumpahan minyak di laut Karawang akan dilakukan secara terus menerus hingga akhir 2020. Ia memastikan perusahaannya akan bertanggung jawab penuh terhadap proses recovery atau perbaikan dari semua area dan masyarakat terdampak.
“Percayalah, Pertamina berkomitmen melakukan itu,” kata dia dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Agustus 2019. Konferensi pers diadakan Pertamina bersama Menteri Susi Pudjiastuti dan para eselon I KKP.
Sebelumnya, Insiden gelembung gas dan tumpahan minyak ini awal mulanya terjadi pada 12 Juli 2019, pukul 01.30 WIB ketika Pertamina melakukan kegiatan korporasi muncul gelembung gas. Kejadian ini terjadi di pada sumur YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) di lepas pantai utara Karawang, Jawa Barat.
Sebanyak kurang lebih 3000 barel minyak tumpah setiap hari ke laut sejak kejadian. Namun sampai sekarang, Pertamina belum menghitung berapa banyak minyak yang telah tumpah ke laut karena mengaku masih fokus pada pembersihan. Hingga hari ini, Pertamina menyatakan jumlahnya sudah berkurang dan tinggal bersisa 10 persen saja dari keseluruhan minyak yang tumpah.
Setelah dampak ini diklaim berkurang, Pertamina juga telah menghitung roadmap penanganan yang akan mereka kerjakan dalam beberapa bulan, bahkan beberapa tahun ke depan. Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi, Meidawati mengatakan tahapan pertama yaitu tahap penanggulangan dari Juli hingga Agustus 2019.
Dalam tahap ini, Pertamina bakal melakukan penanggulangan pada aspek lingkungan maupun sosial. Untuk itu, selain membersihkan minyak dari laut dan pantai, Pertamina juga telah mendirikan posko pengaduan dan posko kesehatan bagi warga sekitar. Dalam tahapan ini, pengerahan relawan juga terus dilakukan yang jumlahnya mencapai 800 orang.
Lalu pada September hingga November 2019, Pertamina bakal memulai tahap pemulihan berupa rehabilitasi dan pemeliharaan area terdampak tumpahan minyak. Lalu, Pertamina juga bakal menata dan membangun ulang area-area umum, merenovasi sarana umum, dan melakukan revitalisasi lingkungan.
Selanjutnya yaitu tahap pasca-pemulihan pada Desember 2019. Di tahap ini, Pertamina bakal menjalankan Corporate Social Responsibility atau CSR jangka panjang berbasis lingkungan. Perusahaan pelat merah ini bakal merevitalisasi Pantai Sedari, Pantai Cemara Raya, Pantai Pelangi, dan beberapa daerah terdampak lainnya. Barulah pada tahun 2020, dilakukan tahap rutin berupa pemeliharaan dari program revitalisasi yang dilakukan.
Di tempat yang sama, Susi Pudjiastuti menyadari Pertamina sudah menangani insiden ini sejak pertama tumpah ke laut. Namun ia meyakini, perbaikan atas dampak lingkungan yang terjadi tidak akan rampung dalam waktu tiga bulan saja. Minimum, penanganan dampak lingkungan diperkirakan mencapai enam bulan. Untuk itu, Susi meminta memastikan proses perbaikan dampak ini tidak hanya dilakukan saat ini saja.
Selain dampak lingkungan, Susi meminta Pertamina memastikan agar masyarakat yang terdampak, seperti nelayan dan petambak, bisa tertangani dengan baik. Meski Pertamina punya ancang-ancang hingga 2020, tapi Susi mengatakan tidak tahu, sampai kapan sebenarnya, semua dampak yang ditimbulkan berhasil diperbaiki. “Supaya semua ter-recovery, berapa lama? kami tidak tahu, tapi kami tidak akan tinggalkan ini sebelum kelar, kami juga akan tagih (ke Pertamina),” kata dia.