TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau Gapki Joko Supriyono menyarankan pemerintah Indonesia menyiapkan kebijakan balasan atas segala hambatan yang dilakukan Uni Eropa terhadap produk kelapa sawit tanah air seperti biodiesel. Misalnya dengan mengenakan tarif bea masuk tinggi untuk produk pertanian asal Uni Eropa.
"Indonesia sebenarnya bisa menaikkan tarif untuk produk pertanian menjadi 40 persen dan tidak akan melanggar WTO, misalnya untuk produk susu dan turunannya," ujar Joko dalam diskusi 'Menciptakan Industri Sawit yang Berkelanjutan' yang diselenggarakan Tempo Media Group dan Kadin Indonesia di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu, 31 Juli 2019.
UE memutuskan untuk mengenakan bea masuk 8-18 persen untuk produk biodiesel asal Indonesia. Kebijakan itu berlaku sementara per 6 September 2019, dan ditetapkan secara definitif per 4 Januari 2020 dengan masa berlaku selama 5 tahun.
Biodiesel Indonesia dikenai bea masuk karena UE menuding Indonesia menerapkan praktik subsidi untuk produk bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) itu. Pengenaan tarif impor ini merupakan buntut dari sengketa biodiesel antara Indonesia dan UE selama 7 tahun terakhir.
Adapun, bea masuk tersebut akan diberlakukan untuk biodiesel produksi Ciliandra Perkasa sebesar 8 persen, Wilmar Group 15,7 persen, Musim Mas Group 16,3 persen, dan Permata Group sebesar 18 persen.
Joko menganggap persoalan munculnya halangan untuk masuknya produk sawit ke Eropa tak murni soal lingkungan. Ia mengatakan perkara itu adalah masalah kepentingan antar negara. "Ada aspek geopolitik," ujar dia. Dan selama ini pemerintah memang belum melakukan serangan balasan atas kebijakan Uni Eropa terhadap sawit Indonesia.
Menurut Joko, pengenaan tarif oleh Indonesia terhadap produk pertanian Eropa adalah hal yang wajar. Praktik pengenaan tarif bea masuk juga diterapkan oleh Amerika Serikat hingga India. "Saya baca artikel, Indonesia sebenarnya kalau soal tarif di perdagangan global itu termasuk rendah bila dibanding negara lain," kata dia.
Padahal ia menilai pemerintah semestinya bisa memanfaatkan instrumen tarif semaksimal mungkin demi kepentingan nasional.
Adapun Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah masih berupaya berkomunikasi dengan Uni Eropa. Ia menyebut semua tudingan yang dilontarkan Uni Eropa soal produk kelapa sawit Tanah Air tidak benar.
"Kami berkomunikasi bahwa yang you tuntut itu enggak benar dan ini ada buktinya, waktunya dari sini sampai September tanggal berapa (penerapan kebijakan bea masuk), jangan you takut-takutin dirimu, bertarung saja," ujar Darmin.
Menurut Darmin, Uni Eropa tidak punya dasar untuk mengenakan bea masuk terhadap biodiesel Indonesia. Ia pun siap membuktikan hal tersebut kepada Uni Eropa atas semua tuduhan yang dilancarkan. Tapi, Darmin menilai Uni Eropa memang menghalangi produk biodiesel Tanah Air lantaran kalah bersaing.
Bila negosiasi soal bea masuk produk biodiesel itu tidak membuahkan hasil positif, Darmin mengatakan pemerintah siap untuk mempersoalkan masalah itu ke Organisasi Dagang Dunia alias World Trade Organization atau WTO. "Sudah pasti (maju ke WTO)," ujar dia.
CAESAR AKBAR